- Di tengah masih banyaknya masyarakat miskin yang sulit makan, tindakan membuang sisa makanan telah berkontribusi terhadap kelaparan dan ketimpangan pangan di Indonesia.
envira, Jakarta—Sampah sisa makanan di Indonesia jumlahnya sudah sangat menghawatirkan sehingga ditakutkan dapat memberikan efek buruk terhadap lingkungan, kelangsungan makhluk hidup dan kesehatan manusia.
Ada yang data yang menyebut, di tahun 2022, Indonesia menghasilkan tak kurang dari 16,3 juta ton sampah sisa makanan. Bahkan, menurut kajian Bappenas, sampah makanan yang diproduksi Indonesia setiap tahunnya bisa mencapai 23—48 juta ton. Kondisi ini, menurut The Economist Intelligence Unit, menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia.
Dilihat dari komposisinya, sampah sisa sayuran menempati urutan tertinggi dengan 31%. Kemudian disusul beras 20%, daging 11%, produk susu 10%, dan ikan 10%. Tingginya sisa makanan ini berkebalikan dengan kondisi masyarakat Indonesia di mana tingkat kelaparan Indonesia berada di peringkat ketiga se-Asia Tenggara, versi Global Hunger Index 2021.
Sampah sisa makanan sering dianggap sepele, padahal jelas-jelas memberikan beberapa dampak negatif. Yang jelas, sisa sampah makanan yang dibuang sembarangan dapat mencemari air tanah dan udara. Banyak yang tidak tahu bahwa bahan organik yang terkandung dalam sampah sisa makanan dapat menghasilkan gas metana, yang merupakan gas rumah kaca berbahaya dan berkontribusi besar terhadap perubahan iklim.
Selain itu, sampah sisa makanan juga dapat menarik hewan dan serangga yang dapat menjadi vector penyakit, seperti tikus, lalat, dan kecoa. Hal ini jelas bahwa sampah sisa makanan yang dibuang sembarangan dapat menjadi sarang penyakit dan menimbulkan bau tidak sedap, mengganggu kesehatan dan kenyamanan masyarakat setempat.
Tanpa disadari, sampah sisa makanan yang dihasilkan merupakan tindakan pemborosan sumber daya. Di saat masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, pembuangan makanan layak konsumsi jelas sebagai tindakan pemborosan yang mubazir. Tentu tindakan ini berkontribusi pada masalah kelaparan dan ketimpangan pangan di Indonesia. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto