Alert! dari World Wetlands Day: 90 Persen Lahan Basah Dunia Rusak

oleh Ahmadi
  • Gambut dan mangrove sebagai ekosistem lahan basah yang dominan di Indonesia dikenal kemampuannya menyimpan karbon dalam jumlah sangat besar. Karenanya, pemerintah sangat serius memulihkan lahan gambut dan mangrove.

envira, Jakarta—Kerusakan lahan basah di seluruh dunia saat ini sudah mencapai 90 persen. Padahal, lahan basah mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup manusia dan menjamin keberlangsungan. Lahan basah sangat memengaruhi  keanekaragaman hayati, mitigasi dan adaptasi iklim, ketersediaan air bersih, serta membantu ekonomi dunia.

Untuk itulah, hari ini, 2 Februari, dunia serentak memperingati Hari Lahan Basah Sedunia. Melihat kerusakan lahan basah yang sudah masif itu, tema Wetday 2023 mengusung “It’s Time to Wetlands Restoration”. Komunitas global melalui beragam organisasi mengajak masyarakat global untuk peduli apa yang sedang terjadi pada dunia saat ini.

“Lahan bahan basah sedunia bertujuan mendorong pengelolaan lahan basah melalui aksi nasional, dan juga kerja sama internasional, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia,” kata Dirjen Pengelolan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto dalam sebuah podcast dikanal Youtube milik Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI), Rabu, 1 February 2023.

Tema ini, menurut Agus sangat penting untuk memberikan kesadaran pada para pihak tentang situasi lahan basah yang sudah kritis saat ini. Maka, pada peringatan Hari Lahan Basah Sedunia tahun 2023 diperlukan aksi nyata penyelamatan lahan basah dan pemulihan lahan basah.

Saat ini, luas lahan basah dunia adalah 1.200 juta Ha atau 6% luas total permukaan bumi. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki luas lahan basah terluas  se-Asia setelah Cina, dengan luas 40,5 juta Ha. Hamparan ini setara dengan 20 persen luas kawasan Indonesia. “Dengan luas besar ini berbagai keanekaragaman hayati  terkandung di dalamnya,” terang Agus. “Semuanya merupakan aset berharga yang dimiliki Indonesia dan memiliki peran penting bagi kesejahteraan manusia.”

Gambut dan mangrove sebagai ekosistem lahan basah yang dominan di Indonesia dikenal kemampuannya menyimpan karbon dalam jumlah sangat besar.  Lahan gambut di Indonesia menyimpan sekitar 57 gigaton atau 20 kali lipat karbon tanah mineral biasa. Sedangkan mangrove menyimpan hingga 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan hutan hujan tropis.

Cadangan karbon yang tersimpan di lahan gambut dan mangrove ini akan terlepas ke udara jika dikeringkan atau dialihfungsikan. Oleh karena itu ekosistem gambut dan mangrove sangat penting bagi keberlanjutan.

Di kesempatan sama, Direktur Pengendalian Kerusakan Ekosistem Gambut KLHK, Sri Parwati Murwani Budisusanti, mengatakan lahan basah sangat penting perannya bagi bumi, tidak hanya bagi rumah hayati tapi juga penjaga kestabilan iklim, serta yang tidak kalah penting adalah mendukung ketersediaan pangan, dan secara esensial menjaga perikehidupan.

Indonesia sejak lama sudah melakukan pemulihan terhadap lahan basah, bahkan sejak tahun 1990. Namun, ketika kesadaran global meningkat, upaya ini lebih mudah karena bisa dilakukan bersama untuk bersinergi dan kolaborasi. Agar Upaya restorasi lahan basah ini sukses setidaknya dibutuhkan empat  langkah penting, yakni intensif, gerak cepat, melibatkan banyak pihak, dan strategis. []

Penulis: Ahmadi Supriyanto

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?