- Pemerintah telah membangun infrastruktur pengendali banjir di Kabupaten Bandung. Namun penataan kawasan hulu tak boleh diabaikan.
envira.id, Bandung – Banjir di kawasan cekungan Bandung, Jawa Barat, mendapat sorotan dari organisasi lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Hasil kajian organisasi lingkungan tertua di Indonesia itu menunjukkan bencana banjir merupakan akibat salah urus tata ruang.
Manajer Pendidikan dan Kaderisasi WALHI Jawa Barat, Haerudin Inas, menuturkan, bencana banjir yang terus berulang di wilayah cekungan Bandung dipicu oleh kekacauan penataan ruang yang menguntungkan sekelompok orang.
“Persoalan tersebut dipicu alih fungsi kawasan hulu dan lahan pertanian pangan menjadi peruntukkan lain seperti perumahan mewah,” ujarnya dalam siaran pers pada 23 Januari 2023.
Haerudin menambahkan, hilangnya area tangkapan dan resapan air akibat salah urus tata ruang menyebabkan terjadinya peningkatan kerentanan bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Kawasan cekungan Bandung berada Badung bagian selatan. Sebagian kawasan ini masuk wilayah Kabupaten Bandung sebagian lain masuk wilayah Kota Bandung. Dearah yang menjadi langganan banjir di Kawasan cekungan Bandung antara lain Bojongsoang, Pameungpeuk, Daeyuhkolot, Baleendah dan Cibaduyut.
Selain memicu bencana banjir dan longsor, masifnya alih fungsi lahan di Bandung juga mengakibatkan turunnya kuantitas dan kualitas sumber air baku warga. Menurut cacatan WALHI Jawa Barat saat ini lebih dari satu juta warga Kota Bandung belum terlayani air baku dari Pemerintah.
“Situasi akan memburuk dengan semakin berkurangnya sumber air akibat masifnya pembangunan infrastruktur di kawasan penyangga,” kata Haerudin.
Sementara itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah membangun sejumlah infrastruktur pengendali banjir di kawasan Cekungan Bandung. Hal itu sesuai dengan Perpres No. 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum yang dikenal sebagai Program Citarum Harum.
Beberapa infrastruktur pengendali banjir yang telah dirampungkan Kementerian PUPR antara lain Embung Gedebage, Kolam Retensi Cieunteung dan Kolam Retensi Andir.
Embung Gedebage dibangun mulai Juli 2017 rampung pada Desember 2018. Berada di atas lahan seluas 7,2 ha dengan kapasitas tampung sebesar 270.000 meter kubik, embung ini mampu mengurangi banjir di 13 desa seluas 32 hektar.
Pada Desember 2018 Kementerian PUPR juga menyelesaikan pembangunan Kolam Retensi Cieunteng. Memilki luas genangan mencapai 4,75 hektar, Kolam Retensi Cieunteng dapat menampung 190.000 meter kubik luapan air Sungai Citarum.
Sementara Kolam Retensi Andir mulai dibangun pada Desember 2020 dan rampung pada Januari 2022. Berada di lahan seluas 149 hektar, berkapasitas 160 ribu meter kubik, Kolam Retensi Andir dapat mengurangi banjir di wilayah Dayeuhkolot dan Baleendah, Kabupaten Bandung.
Bupati Bandung, Dadang Supriatna, mengatakan, banjir di Bandung Selatan sudah mulai berkurang dibandingkan dengan tiga sampai sepuluh tahun silam. Kepada awak media beberapa waktu lalu, Dadang menjelaskan, banjir di wilayahnya belakangan semakin menyusut karena telah dibangun kolam retensi terowongan Nanjung.
Presiden Joko Widodo meresmikan berfungsinya Terowongan Nanjung pada Januari 2020 silam. Terdiri dari 2 tunnel dengan panjang masing-masing 230 meter dan diameter 8 meter, terowongan tersebut dapat mengurangi banjir di Dayeuhkolot, Baleendah, Andir dan sekitarnya. Keberadaan Terowongan Nanjung dapat membebaskan sekitar 14.000 kepala keluarga dari terjangan banjir.
Haerudin Inas menegaskan, selain membangun infrastruktur pengendai banjir, Pemerintah juga harus memperbaiki tata ruang di kawasan hulu. Jika hal itu diabaikan, menurut dia, keberadaan infrakstruktur bukan solusi untuk bencana banjir.
“Yang harus dipastikan adalah bagaimana wilayah water catchment itu juga terkendali. Bagaimana kawasan itu dipulihkan,” katanya.
Penulis : Eni Saeni