Tempat Ibadah Bisa Menjadi Penggerak Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

oleh Ahmadi

Share via
  • Posisi pemuka agama sangat penting dalam memberikan dorongan bagi umatnya untuk mengambil peran dalam pemilahan sampah.

envira.id, Jakarta—Pendekatan agama pada masyarakat Indonesia yang religius diyakini dapat efektif ikut membantu upaya penanganan sampah di Indonesia. Karena itu, pemuka agama dan tempat ibadah menjadi sangat vital.

“Masyarakat Indonesia yang religius terkadang lebih nurut pada pimpinan agamanya dibanding sama Pak Camat, Pak Lurahnya. Lebih nurut sama ustadnya, sama pasturnya,” kata Dirjen Pengelolaan Sampah, dan Limbah B3 (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati dalam diskusi “Gebyar Ramadan Minim Sampah: Dialog Lintas Agama Membangun Sinergi dan Kemitraaan untuk Mewujudkan Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan” yang diselenggarakan Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi) di Jakarta, Selasa, 11 April 2022.

Menurut Vivien, mengendalikan sampah harus menjadi gerakan bersama karena tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri, mengingat jumlah sampah di Indonesia yang sudah begitu besar. Saat ini, satu orang di Indonesia menghasilkan 0,7 kg per hari.

Data KLHK menyebut, tahun 2020 timbulan sampah di Indonesia mencapai 68,7 juta ton setahun. Kemudian, dari jumlah itu, sebanyak 18 persennya merupakan sampah plastik, yang sebenarnya bisa didaur ulang.

Kondisi ini, menurut Vivien memprihatinkan. Sebab, Indonesia sendiri membutuhkan bahan baku daur ulang sampai 30%. Sayangnya, kebutuhan itu masih harus diimpor. Artinya, jika 18 persen sampah yang terbuang di TPA bisa dimanfaatkan maka impor bahan baku daur—sebagian besar plastik—ulang  bisa ditekan.

“Karena sampah kita tidak terpilah dan tidak bersih maka kita harus  impor. Kemudian sampahnya kita minta dari negara-negara lain. Ada yang dari Swedia, Balanda, dan Uni Eropa,” kata Vivien.

Namun, lanjut Vivien, di negara-negara tersebut akan keluar aturan baru tentang pembatasan impor sampah. Karena, itu ini menjadi peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memilah-milah sampahnya agar dapat menjadi bahan daur ulang. Dengan begitu masyarakat bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

Untuk itu Vivien melihat rumah ibadah menjadi tempat sosialisasi yang bagus kepada para umat agamanya masing—masing dan menjadikan rumah ibadah sebagai tempat collection sampah terpilah.

Namun, menurut Vivien, prosesnya tidak berhenti di situ, karena masih harus dibutuhkan pengepul (off taker) yang dapat mengambil sampah terpilah dari rumah-rumah ibadah. Jangan sampai sampah yang terkumpul itu malah menjadi tumpukan sampah di rumah ibadah dan menjadi masalah baru.

“Karena itu, saya mengajak Bapak/Ibu dari lintas agama untuk bekerja sama dengan kami. Kami akan bantu carikan off taker. Nah, Danone bisa menjadi off taker di tempat-tempat ibadah,” kata Vivien.

Danone menjadi salah satu perusahaan besar di Indonesia yang sangat peduli dengan isu keberlanjutan dan perubahan iklim. Dalam kesempatan ini, Danone juga menjadi penyokong diskusi yang diselenggarakan bersama KLHK, MUI, Tim Koordinasi Penanganan Sampah Laut, dan Aqua. []

Penulis: Ahmadi Supriyanto

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Send this to a friend