Paduan kreativitas dan teknologi, sampah kemasan plastik menjadi produk keren dan bernilai seni.
Envira.id, Gianyar – Mungkin Anda berpikir bahwa sampah bekas botol shampoo, sabun cair atau oli, adalah limbah yang tak bernilai ekonomi. Di tangan Putu Hermawan, sampah tersebut “disulap” menjadi lembaran papan plastik, yang sekilas tampak seperti marmer.
Kreativitas Putu Hermawan tak berhenti disitu. Bapak dua anak itu mengubah papan plastik tadi menjadi beragam produk mulai dari furniture, handycraf, peralatan rumah tangga, seperti tempat tisu atau wadah sabun, sampai tong sampah. Penasaran? Mampir saja ke workshop-nya di Jalan Raya Sakah, Batuan, Sukawati, Gianyar, Bali.
Putu Hermawan memulai memproduksi “marmer plastik ” pada 2017. Ketika itu, menurut dia, sampah plastik sedang menjadi hot issue karena dituding mencemari lingkungan. Dari penelususanya di internet ia mendapat informasi bahwa penggunaan material daur ulang plastik untuk interior mulai marak di luar negeri. Konsep circular economy di sektor persampahan pun ramai dibicarakan di konferensi-konferensi lingkungan.
“Nah, teknologi ternyata dapat mengubah sampah plastik menjadi lembaran papan, banyak hotel yang beralih ke material plastik untuk bahan interiornya. Ini bagus kalau kita masih menggunakan kayu, penebangan pohon akan terus terjadi,” kata lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Singaraja itu, saat ditemui Envira di workshop-nya , beberapa waktu lalu.
Melaui perusahaannya, Wedoo , Putu memproduksi papan dari palstik HDPE (High-density polyethylene), PP (Polypropylene), dan PS (Polystyrene). Untuk menjaga kualitas produknya, setiap papan dibuat dari satu jenis material plastik.
Bagaimana jika ada konsumen yang minta papan dari material campuran? “ Sering juga dapat order begitu, tapi biasanya saya sarankan agar menggunakan satu jenis material, tujuannya untuk menjaga berkelanjutan daur ulang berikutnya,” ujarnya.
Proses pembuatan papan itu tidaklah rumit. Cacahan plastik, misalnya HDPE, dimasukkan ke wadah lalu dipress pada suhu antara 170 sampai 180 derajat celcius, selama kurang lebih 40 menit. Berikutnya, dilakukan pengepresan dingin selama sekitar satu jam. Dan, terciptalah papan plastik, sesuai ukuran yang dinginkan: lebar satu meter dengan ketebalan satu sentimeter atau lebar satu meter dengan ketebalan dua sentimeter.
Putu menjelaskan, untuk papan ukuran satu meter dengan ketebalan 1 cm dibutuhkan 13 kg cacahan plastik, sedangkan untuk ketebalan 2 senti meter diperlukan 20 kg cacahan plastik. Ia tak kesulitan mendapatkan bahan bahan baku karena mendapnat pasokan dari Rumah Plastik Singaraja.
Problem muncul ketika ada order spesial, misalnya di event Valentine Day, banyak konsumen memesan papan plastik berwarna pink. “Waduh, setengah mati mencari bahan (sampah botol) warna tersebut, ” ujarnya sembari ngakak.
Ia memang tidak memasukkan pewarna saat memproduksi papan plastik. Kelir putih kebiru-biruan atau abu-abu pada papan yang menjadikanya tampak seperti lantai dari mamer, misalnya, adalah warna alamiah dari bekas botol produk tertentu.
Putu mengaku permintaan cukup tinggi namun kapasitas produksinya baru delapan lembar papan per hari. Dia mematok harga Rp500.000 per lembar untuk ukuran 1(satu) meter dengan ketebalan 1 (satu) senti meter dan Rp750. 000 untuk ketebalan 2 (dua)senti meter. Lumayan mahal ya? “Karena bahan bakunya terbatas, tapi produknya tahan lama,” katanya sambil tersenyum.
Bukan hanya dari Bali, pesanan juga mengalir Jawa dan bahkan mancanegara. Ia menyebut pengusaha di Bogor Jawa Barat adalah salah seorang konsumennya. “Saya juga sedang siapkan ekspor untuk buyer di Meksiko,” ujarnya.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Nusa Dua Bali Nopember mendatang juga menjadi “pengungkit” popularitas produk Wedoo. Kini banyak hotel di Bali yang mengusung konsep eco-green, mengggunakan papan plastik karya Putu, misalnya untuk bahan interiornya.
Saah satu hotel ternama, Hotel Potato Head Seminyak, Bali bahkan memesan satu set mesin pembuat papan plastik ke Putu.
Manajemen hotel itu akan menunjukkan kepada tamu-tamunya bahwa mereka mampu memproses sampah kemasan plastik menjadi aneka produk dengan beragam fungsi. Produk yang bukan hanya bernilai ekonomi tetapi juga sarat sentuhan seni. “Mereka sekaligus membuktikan bisa mengolah sampah secara zero waste,” kata Putu.
(Eni Saeni)