- Bulan November sampai dengan bulan Februari merupakan musim hujan dan puncak musim angin barat. Pada periode waktu ini, biasanya sampah kiriman akan bergerak masuk ke Pantai Kuta.
Envira.id, Jakarta — Pesoalan sampah tidak melulu selalu berakhir di darat. Beberapa daerah persisir, sampah bahkan sampai menggunung di tepi pantai. Kotoran-kotoran itu terombang-ambing di laut, setelah melewati “perjalanan” begitu panjang, meski akhirnya berujung di darat juga.
Kisah klasik sampah di Pantai Kuta, Bali, bahkan seperti tidak pernah habis. Berbagai langkah telah diambil, baik oleh pemerintah setempat maupun inisiatif masyaraka, toh, sampah di pantai yang memiliki garis pantai 5 kilometer itu, masih saja ditimbuni sampah.
Miris. Menjelang perayaan Tahun Baru 2023, Panti Kuta di Kabupaten Badung, Bali, untuk kesekian kalinya diserbu sampah. “Pasukan” sampah itu, menurut Koordinator Deteksi Evakuasi Sampah Laut (Desalut) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung I Made Gede Dwipayana, merupakan kiriman yang terjadi sejak Minggu, (25/12).
Tidak main-main, dari 10 zona di sepanjang garis Pantai, sampah kiriman yang sanggup dikumpulkan tim DLHK Badung mencapai hingga 600 ton. Jumlah sebesar itu merupakan akumulasi dari pungutan sampah yang dilakukan sepanjang Oktober—Desember 2022. Total tenaga yang dikerahkan untuk penanganan itu mencapai 400 tersebar di 10 zona.
Untuk mengangkut tumpukan sampah itu, sejak dua hari belakangan, Dwipayana mengerahkan 100 orang, menggunakan alar berat untuk menganganinya.
Tentu tidak mudah mengumpulkan sampah di tengah cuaca ekstrem seperti sekarang. Tapi Dwipayana bilang, “Sampai saat ini tidak ada kendala. Kita bekerja pakai jas hujan lenkap dan tidak ada masalah.”
Sampah kiriman itu disinyalir karena dibawa oleh angin barat. Kondisi ini diduga akan terus berlangsung hingga Januari 2023 sehingga ia dan tim mengambil sikap siaga. Seperti yang sudah terjadi sebelumnya, sampah kiriman ini akan “berhenti” pada kisaran Maret—Apri.
Sebuah penelitian yang dilakukan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana tahun 2021, yang mengutip penelitian tahun 2015, menyebut, Tukad Ijo Gading di Jembrana dan Tukad Sungi di Tabanan adalah dua sungai penghasil sampah terbesar di Bali Barat.
“Sampah dari Alas Purwo, Banyuwangi saat ini sudah siap menuju Bali. Berdasarkan hasil tracking kami dengan pelampung yang diisi alat GPS, kira-kira dalam 30–40 hari ke depan, sampah ini dan juga sampah dari Selat Bali akan sampai di Pantai Kuta,” kata Gede Hendrawan dalam sebuah diskusi, November tahun lalu.
Penelitian itu juga menemukan, sampah di Pantai Kuta memang merupakan sampah kiriman yang dibawa arus laut. Biasanya, sampah berkumpul di laut Alas Purwo – Muncar, Banyuwangi yang siap bergerak menuju Pantai Kuta.
Bulan November sampai dengan bulan Februari merupakan musim hujan dan puncak musim angin barat. Pada periode waktu ini, biasanya sampah kiriman akan bergerak masuk ke Pantai Kuta karena pantai ini merupakan daerah konvergensi sampah Bali yang terjadi secara alami sejak ratusan tahun silam.
Sampah-sampah yang berasal dari Selat Bali, pesisir Sumatera, Pantai Timur Jawa, Banyuwangi, Muncar, Ketapang, Gilimanuk, Jembrana, Tabanan dan Badung akan bergerak ke Pantai Kuta sebagai bawaan mekanisme arus air laut.
Soal sampah kiriman, terjadi juga di Labuan, Pandeglang, Banten, kemarin. Sampah terlihat berjejer menumpuk berserakan di sepanjang pantai. Sampah itu diduga terbawa gelombang laut. Memang, beberapa hari ini cuaca di sekitar laut Labuan diterpa gelombang tinggi dan angin kencang. Bukan hanya membawa sampah, gelombang itu juga mengakibatkan banjir di kawasan Patia. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto