- Sampah sisa makanan di rest area sangat potensial untuk dikembangkan sebagai budidaya maggot. Tapi butuh orang-orang yang mencintai sampah untuk mengolahnya.
envira.id, Jakarta—Rest area di jalan tol menjadi salah satu penyumbang sampah cukup besar, terutama sampah organik yang berasal dari sisa sampah makanan dari para traveler yang beristirahat dan makan.
Menyadari hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Yayasan Forest For Life Indonesia (FFLI) membangun fasilitas biokonversi pengolahan sampah organik. Fasilitas pertama di Indonesia yang berada di rest area di Indonesia ini terletak di Tol Jagorawi KM10 ini menggunakan teknologi biokonversi yang memanfaatkan Lalat Tentara Hitam/Black Soldier Fly (BSF).
Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah saat peluncuran mengatakan, sudah sepatutnya pengelola rest area memiliki fasilitas pengelolaan sampah sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap lingkungan.
“Jangan lagi memindahkan masalah sampah organik ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) jika dapat diselesaikan di tempat masing-masing sumber sampah,” kata Zainal.
Ketua FFLI Hadi Pasaribu mengatakan, metode Biokonversi dengan menggunakan Lalat Tentara Hitam relatif aman bagi lingkungan. Pada metode ini, larva Lalat Tentara Hitam akan mengurai sampah organik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
Setelah optimal mengurai sampah organik, kata dia, larva-larva tersebut bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, seperti ayam atau ikan karena kaya akan asam amino dan protein. Proses inilah yang pada akhirnya membentuk ekonomi sirkuler, di mana prospek ekonomi baru terjadi.
Selain itu, larva atau maggot akan mengeluarkan urine cukup banyak. Urine dari jutaan larva itu kemudian ditampung dalam bak khusus yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pupuk cair. Sehingga hampir semua pengembangan maggot dari sampah organik ini menghasilkan sesuatu yang bernilai.
Untuk harga maggot sendiri cukup tinggi. Satu kilo maggot saat ini bisa mencapai Rp100—Rp120ribu per kilogram kering tergantung kualitas dari maggot itu sendiri. Namun, memang yang harus dijaga adalah ketersediaan makan maggot itu sendiri.
Beruntung saat ini, di rest area Cibubur setidaknya sudah ada peningkatan jumlah sampah organik dari semula 300 kg perhari menjadi 500 kg perhari. Sedangkan untuk mengantisipasi jumlah pengembangan maggot itu, saat ini telah disiapkan lokasi pengembangiakan dengan dibuat beberapa layer di dalam reaktor.
Hadi menjelaskan, maggot yang ada di fasilitas biokonversi di tol Cibubur ini sangat bagus perkembanganya serta memiliki kandungan protein yang tinggi. Sebab, makanan yang dikonsumsi tergolong sehat bagi maggot. Seperti sampah kelapa dan juga afkiran buah-buahan yang cukup banyak.
Untuk memudahkan pengumpulan sampah organik, pengelola fasilitas biokonversi menyiapkan drum-drum plastik yang dapat dipakai berulang-ulang. Drum itu disebar ke resto-resto yang ada di kawasan rest area KM 10.
“Kami menghindari kantong plastik. Tentu supaya tidak ada penumpukan sampah lagi,” kata Hadi.
Selain itu, ia juga menegaskan, para petugas di dalam fasilitas ini adalah orang-orang yang mencintai sampah. Sebab, dari sampah organik yang dikumpulkan dari resto masih harus dipilah-pilah lagi secara terliti agar tidak ada sampah anorganik yang dapat meracuni maggot.
“Kita harus mencari orang-orang yang memang cinta sampah. Gak gampang. Gak gampang,” kata Hadi. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto