- Sampah makanan menghasilkan gas metan dengan dampak pemanasan sekitar 30 kali gas karbon dioksida.
envira.id, Jakarta—Di saat Ramadan, masyarakat diminta untuk mengurangi sampah makanan, yang cenderung meningkat.
“Seharusnya dalam bulan Ramadhan ini kita lebih bisa menghargai makanan, sehingga dapat mengurangi food waste,” kata Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Maryati, dalam keterangannya, Kamis (21/3).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, timbulan sampah saat Ramadhan kerap naik hingga 20 persen karena sisa makanan dan sampah kemasan.
Maryati menilai lonjakan sisa sampah makanan terjadi karena kepentingan bisnis yang menawarkan lebih banyak baik dari sisi jumlah maupun keanekaragaman jenis.
Menurutnya, belanja makanan ketika perut lapar dan dorongan untuk berbagi memberikan berkontribusi terhadap meningkatkan belanja umat Islam pada bulan Ramadhan.
Ia menjelaskan, sampah makanan adalah sampah organik yang dapat menghasilkan gas metan yang merupakan gas rumah kaca dengan dampak pemanasan sekitar 30 kali gas karbon dioksida.
Karena itu, ia menegaskan, secara prinsipnya sampah itu harus diolah. Sampah makanan adalah sampah organik yang bisa dijadikan kompos, degradasi oleh magot.
Sebab, lanjut dia, bila sampah makanan tidak dikelola dan hanya dikumpulkan pada suatu tempat, seperti TPA, sampah organik akan menjadi kompos.
Proses pembentukan kompos di TPA dapat menghasilkan limbah cair yang dapat mencemari tanah dan air sekitarnya, juga dihasilkan gas metan.
Pada proses selanjutnya, jika gas metan dipanen bisa menjadi bahan bakar gas.
“Jadi, bagaimana dampak sampah makanan terhadap iklim, kembali tergantung pada bagaimana kita mengelola sampah tersebut,” tutup.[]
Penulis: Ahmadi Supriyanto