Envira.id, Singaraja – Belum selesainya masalah persampahan di Bali, berutama di Bali bagian utara, membuat Eka Putu Darmawan miris. Masih banyak sampah yang diangkut begitu saja ke tempat pemrosesan akhir( TPA). Tak sedikit pula sampah yang sudah dipilah oleh warga kembali dicampur dalam mobil pengangkut oleh ‘petugas.’
“Jadi sia-sia saja warga memilah, jika sektor hilir persampahan tidak dibenahi,” kata pemilik perusahaan collection center sampah anorganik, PT Rumah Plastik Mandiri, itu beberapa waktu lalu.
Kondisi itulah yang menggerakkan hati mantan awak kapal pesiar ini terjun dalam bisnis persampahan. Ia geregetan karena pengalamannya lima tahun tinggal dan bekerja di Amerika Serikat menunjukkan sampah dapat dikelola dengan baik. Setiap warga bertanggung jawab atas sampah yang diproduksinya.
“Di Amerika, edukasi massif dilakukan di pemukiman, sekolah, kampus, hingga tempat kerja. Bahkan di kapal pesiar tempat saya bekerja, setiap karyawan di-training bagaimana bertanggung jawab pada sampahnya dan kenapa harus memilah,” kata alumnus Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua, Bali ini.

Anak-anak diperkenalkan sejak dini untuk bertanggung jawab atas sampahnya. Anak-anak saat berkunjung ke Rumah Plastik, Buleleng, Bali. Foto: Istimewa.
Eka langsung mengambil langkah. Sepulang dari Amerika Serikat, pada 2016, ia memutuskan menjadi bandar sampah dengan mendirikan PT Rumah Plastik Mandiri, di Kabupaten Buleleng. Pilihan yang memaksa Eka harus banyak belajar karena di Negeri Paman Sam ia bekerja sebagai bartender.
Sebagai pemain baru di bisnis pesampahan, Eka sempat bingung. Pada tahun pertama, misalnya, ia terpaksa menjual sampah kemasan botol plastik PET (Polyethylene terephthalate) ke perusahaan di Bekasi, Jawa Barat, atau Surabaya, Jawa Timur. Itu dilakukan karena ia belum tahu detail peta bisnis sampah di Bali. “Jadi saya harus menanggung ongkos kirim yang cukup besar,” ujarnya.
Eka beruntung pada akhir 2017, Bali PET Collection Center Denpasar mengajaknya untuk bermitra. “Saat itu kebetulan kami sedang kesulitan menjual plastik PET, Astungkara Bali PET menawarkan kerja sama. Kami diminta menyuplai kemasan bekas PET ke Bali PET,” kata pria 33 tahun ini.
Dari Bali PET Collection Center pula Eka belajar tentang banyak hal mulai dari management cost, strategic plan, sampai masalah produksi seperti pemilahan, menghitung susut dan mencari kemasan bekas dengan grade premium.
Tak tangung – tanggung, saat ini rata – rata per bulan Eka mampu memasok 15 ton sampah kemasan PET ke Bali PET Collection Center. “Pertumbuhan saya di bisnis ini sangat dibantu oleh Bali PET ,” ujarnya.

Ibu-ibu sedang menyortir sampah kemasan di gudang Rumah Plastik, Buleleng, Bali. Foto: istimewa.
Rumah Plastik Mandiri memiliki tiga gudang sekaligus workshop di Kabupaten Buleleng, memperkerjakan 18 orang karyawan. Di bagian sortir ada 8 orang karyawan yang sebagian besar adalah adalah ibu-ibu berusia di atas 45 tahun.
Dalam menjalankan bisnisnya, Eka bermitra dengan bank sampah, bumdes, pengepul, hingga kelompok swadaya masyarakat, di 45 desa. Kepada mitranya Eka memberi pelatihan misalnya soal tata kelola sampah. Tapi yang terpenting, Rumah Plastik Mandiri siap membeli sampah anorganik yang mereka kumpulkan.
“Banyak bank sampah, bumdes hingga TPS3R di Buleleng yang bingung mau lempar kemana sampah anorganiknya?” katanya.
Tak sekadar mengejar profit, Eka berharap, kemitraan itu memberi benefit mikro berupa peningkatan ekonomi warga, dan kesadaran warga peduli sampah meningkat, serta benefit makro lingkungan yang terjaga dan pencegahan banjir.
“Tata kelola sampah yang ideal itu adalah circular economy, menjadikan sampah sebagai sumber bahan baku industri daur ulang. Bukan sebagai proyek. Ketika anggarannya habis, maka selesai sudah projek itu,” kata dia.
Penyuplai Bahan Baku Papan Plastik

Eka Putu Darmawan memperlihatkan papan plastik di rumahnya di Buleleng, Bali. Foto: Istimewa.
Eka, melalui Rumah Plastik juga menjadi pemasok bahan baku perusahaan pembuat papan dari sampah platik plastik, Wedoo, milik sahabatnya Putu Hermawan.
Setiap bulan ia mengirim lima ton cacahan aneka jenis mulai dari HDPE (High-density polyethylene), PP (Polypropylene), dan PS (polystyrene) ke workshop Putu Hermawan di Kawasan Sukawati, Gianyar, Bali.
“Sebenarnya kebutuhannya bisa lebih dari itu, karena yang order papan plastik terus meningkat terutama dari perkantoran, vila, hingga hotel,” ujar Eka.
Selain memasok ke Wedoo, Rumah Plastik Mandiri juga mengirim cacahan plastik ke pabrik daur ulang. “ini juga bagian untuk menjalankan bisnis secara circular economy,” kata Eka.
Nanun tidak semua sampah kemasan bisa didaur ulang. Contohnya sampah kemasan multi layer packaging (MLP) seperti sachet shampoo dan kemasan snack atau mi instan. Eka pernah menjual sampah MLP ke Surabaya dengan harga Rp500 per kilogram. Sangat murah.
Sekarang sampah kemasan MLP menggunung di gudang Rumah Plastik. “Belum tahu mau dijual ke mana. ke Jawa? Malah rugi diongkos. Harus ada subsidi dari produsen untuk penarikan kembali sampah kemasan MLP,” kata dia. (Eni Saeni)