- Polusi dari limbah alat tangkap menjadi prioritas yang ditangani PBB, karena sebagian besar terbuat dari plastik..
envira.id, Jakarta—Sumber sampah laut bukan hanya berasal dari sampah “darat” yang terbuang ke laut, tetapi banyak juga yang dihasilkan dari aktivitas penangkapan ikan di laut, antara lain penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan yang sering kali hilang, sengaja dibuang, atau tertinggal di laut.
“Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, Indonesia bekerja sama dengan FAO dan IMO melalui the Glolitter Partnership Programme (GPP) terus berupaya mengatasi permasalahan sampah yang berasal dari aktivitas pelayaran dan perikanan,” kata Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, saat membuka National Workshop of Abandoned, Lost, Discarded Fishing Gear (ALDFG) di Sentul, Jawa Barat, Selasa (15/).
Menurut Jodi, Indonesia sebagai Lead Partner Country untuk Kawasan ASEAN, harus mampu menerapkan lead by example menjadi model yang ditiru dan dijadikan percontohan di tingkat global untuk atasi masalah ALDFG di laut Indonesia.
Mengutip data dari Science Advance, diperkirakan hampir 2 persen dari semua alat tangkap ikan secara global hilang atau tertinggal di laut, yang berpotensi terjadi akumulasi dan menjadi pencemar untuk kesehatan perairan Indonesia.
Sependapat dengan pernyataan Deputi Jodi, Food And Agriculture Organization (FAO) untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal, menyampaikan, kebanyakan alat tangkap ikan terbuat dari material plastik, sehingga menambah polusi sampah plastik di laut.
Disampaikan Aryal, polusi sampah plastik laut merupakan prioritas PBB, termasuk limbah dari alat tangkap ikan yang menjadi masalah global. “Itu merupakan tanggung jawab kita bersama untuk memeranginya,” tegasnya.
Lebih jauh ia mengatakan, ALDFG merupakan ancaman bagi ekosistem laut, bahkan telah banyak mematikan sejumlah ikan termasuk makhluk laut yang terancam punah. Akibatnya, secara ekonomi akan merugikan nelayan dan menurunkan nilai manfaat yang seharunya dapat diambil dari laut.l
Workshop ini dilaksanakan atas kerja sama Kemenko Marves melalui Deputi bidang Kedaulatan Maritim dan Energi dengan FAO, IMO, Pemerintah Norwegia, dan IPB University. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto