- Perguruan tinggi adalah institusi yang tugas utamanya melaksanakan pengajaran berdasarkan penelitian ilmiah.
- Pemerintah dan universitas mestinya fokus pada peningkatan kualitas hasil riset, bukan mengalihkan sumber dayanya pada pengelolaan bisnis yang tak terkait langsung dengan pengembangan ilmu pengetahuan, seperti pertambangan.
envira.id, Jakarta– Sebanyak sembilan lembaga riset dalam naungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Jakarta, menolak usulan pemberian pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) untuk perguruan tinggi, seperti tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba).
Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada 4 Februari 2025, lembaga – Lembaga riset tersebut menegaskan, usulan memberikan pengelolaan pertambangan ke perguruan tinggi merupakan kesalahan fatal dan kontraproduktif dengan tujuan universitas.
Sembilan lembaga riset yang berada di bawah naungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) tersebut yakni Center for Environmental Law and Climate Justice (CELCJ), Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI), Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN), Unit Riset Hukum Perdagangan dan Investasi Internasional (Legal Center for International Trade and Investment-LCITI), Lembaga Kajian Yurispruden dan Teori Hukum (Center for Jurisprudence and Legal Theory), Unit Riset Kajian Hukum dan Pemerintahan yang baik (Center for Law and Good Governance/CLGS) , Unit Riset Kajian Islam dan Hukum Islam (LKIHI) dan Unit Riset Hukum, Masyarakat dan Pembangunan.
Penolakan itu didasari tiga alasan. Pertama, universitas adalah institusi yang tugas utamanya melaksanakan pengajaran berdasarkan penelitian ilmiah. Jika negara ingin memenuhi tanggung jawabnya menyediakan dana pendidikan, seharusnya tidak diberikan dalam bentuk pemberian konsesi sumber daya alam.
Kedua, performa perguruan tinggi di Indonesia, sebagai komunitas ilmiah, saat ini belum ideal. Hanya 8 dari 3 277 perguruan tinggi di Indonesia yang masuk dalam 1000 universitas terbaik dunia 2025, berdasarkan QS World Ranking. Karenanya, pemerintah dan universitas mestinya fokus pada peningkatan kualitas hasil riset, bukan mengalihkan sumber dayanya pada pengelolaan bisnis yang tak terkait langsung dengan pengembangan ilmu pengetahuan, seperti pertambangan.
Ketiga, pengelolaan tambang di Indonesia masih menimbulkan kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asazi manusia. Aspek lingkungan dan sosial seringkali hanya sampai pada level formalitas dalam bentuk analisis dampak lingkungan (Amdal). Partisipasi publik dalam pengambilan keputusan di bidang pertambangan masih jauh dari partisipasi yang hakiki.
Bertolak dari tiga argumentasi itu, sembilan lembaga riset itu menegaskan pentingnya menjaga prinsip fundamental universitas yaitu independen dari kepentingan politik dan ekonomi. Universitas sebagai institusi yang setia pada nilai -nilai veritas (kejujuran), probitas (kebenaran) dan justitia (keadilan).
Lebih lanjut mereka mengeluarkan seruan sebagai berikut :
- Mendesak (DPR RI untuk membatalkan usulan Pasal 51A RUU Minerba dan seluruh pasal yang berpotensi memberikan perguruan tinggi WIUP maupun rezim perizinan lainnya.
- Mendesak DPR RI untuk membuka ruang partisipasi publik selama proses rancangan perubahan terhadap UU Minerba ini berjalan.
- Mengajak seluruh sivitas akademika baik di Universitas Indonesia maupun Universitas lain untuk menolak pelibatan perguruan tinggi dalam pengusahaan pertambangan.
Penulis: Eni Saeni