Lahan Basah Rote Kritis, Habitat Kura-Kura Terancam

oleh Ahmadi
  • Masyarakat sekitar perlu diberikan pemahaman agar dapat menjadi pilar pendukung utama dalam upaya konservasi dan pelestarian kura-kura rote.

envira.id, Jakarta—Ekosistem lahan basah Rote, Nusa Tenggara Timur, yang merupakan habitat alami kura-kura rote terus mengalami penurunan. Kondisi ini membuat keberadaan kura-kura di wilayah itu semakin terancam.

Di Kabupaten Rote Ndao, setidaknya terdapat 35 danau yang menjadi habitat kura-kura rote. Sayangnya, di tahun 2005,  hanya sembilan danau yang masih menjadi habitat spesies ini.

“Jumlah itu terus menurun tajam menjadi hanya tiga danau di tahun 2012,” kata  Kepala Balai Besar KSDA NTT Arief Mahmud, saat menandatangani kesepaktan dengan WCS—IP dalam kerjasama penguatan fungsi program pengembangan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan konservasi di Provinsi NTT, awal pekan ini.

Selanjutnya, sembilan dana yang dimaksud adalah Danau Peto di Kecamatan Rote Tengah, Danau Ledulu di Kecamatan Rote Timur, dan Danau Lendo Oen di Desa Daurendale Kecamatan Landu Leko.

Yang menjadi tantangan untuk mengupayakan konservasi spesies endemic ini dalam jangka panjang, menurut Arief adalah keberadaan dana-danau yang merupakan habitat alam kura-kura rote di Pulau Rote semuanya berada di luas kawasan konservasi.

Kura-kura rote adalah salah satu dari 32 spesies kura-kura di Indonesia dan tergolong kura-kura paling langka di dunia (Turtle Conservation Coalition, 2018). Kura-kura ini adalah spesies endemik Pulau Rote yang terdaftar sebagai satwa prioritas konservasi nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 57/Menhut-II/2008 pada Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional.

Selain itu, spesies ini juga telah dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/2018. Sedangkan IUCN menetapkan status kura-kura rote (Chelodina mccordi) di Pulau Rote terancam punah (critically endangered).

Arief mengatakan, pihaknya dan WSC—IP sebelumnya sudah mengupayakan repatriasi tahap I untuk 13 individu kura-kura rote dari Amerika Serikat melalui Singapore Zoo pada 23 September 2021. Seluruh hewan itu ditampung sementara di Instalasi Karantina Hewan (IKH) milik Balai Besar KSDA NTT.

Selama di IKH, kura-kura rote tersebut dilakukan perawatan, pemberian pakan, pengecekan kesehatan, pengukuran berat badan, pemantauan perilaku secara rutin sebagai bagian dari proses habituasi dan pemulihan sifat liar.

“Setelah melalui proses habituasi selama kurang lebih 1 tahun, maka tahap selanjutnya adalah soft release ke habitatnya di Danau Ledulu di Pulau Rote,” tegas Arief.

Untuk tahapan selanjutnya, sambungnya, akan dilakukan repatriasi bach II yang akan dilaksanakan tahun 2023. Dengan demikian, IKH menjadi instalasi penting untuk mendukung upaya konservasi spesies secara luas di Nusa Tenggara Timur.

Country Director WCS-IP, Noviar Andayani, mengatakan keberhasilan reintroduksi kura-kura rote ke habitat aslinya di Pulau Rote sangat bergantung sejauh mana perhatian kondisi habitat kura-kura rote tersebut.

Sedangkan untuk menjaga dan melindungi habitat tersebut perlu mendapat dukungan dari masyarakat. Dengan begitu, masyarakat sekitar perlu diberikan pemahaman tentang  program pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi pilar pendukung utama dalam upaya konservasi khususnya pelestarian kura-kura rote. []

Penulis: Ahmadi Supriyanto

 

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?