Indonesia Rawan Bencana, Daerah Wajib Miliki Ketahanan Mandiri

oleh Ahmadi
  • Untuk mengurangi dampak terhadap kelompok-kelompok rentan bencana diperlukan peningkatan kemampuan adaptif suatu daerah dan ketahanan iklimnya. Instrumen yang disediakan harus konsisten dijalankan.

envira.id, Jakarta—Indonesia merupakan wilayah dengan tingkat iklim yang rentan serta memiliki risiko bencana yang tinggi. Sehingga, setiap daerah perlu memiliki ketahanan mandiri agar mampu melakukan mitigasi secara bersamaan dalam rangka meningkatkan kapasitas daerah, baik dalam perspektif mitigasi maupun adaptasi.

Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) pada 2021 mencatat kejadian bencana mulai dari urutan tertinggi, yakni banjir, angin puting beliung, tanah longsor, kebakaran hutan, gelombang pasang atau abrasi gempa bumi dan kekeringan memperlihatkan bahwa bencana hidro-herologi diakibatkan oleh perubahan iklim.

“Situasi demikian mengarah pada pentingnya sebuah kebijakan strategis untuk mengolah risiko bencana iklim agar dampaknya dapat diminimalkan dan dikendalikan dengan baik,” kata Kepala Badan Standardisasi Instrumen KLHK Ary Sudijanto dalam diskusi mingguan Pojok Iklim, Rabu, 8 Maret 2023.

Untuk itulah, lanjut dia, pentingnya ketahanan bencana terhadap perubahan iklim diperlukan untuk melengkapi dan menerjemahkan lebih lanjut peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah. Terutama, bagi para pemangku kepentingan yang memang melakukan kegiatan melalui perencanaan pelaksanaan monitoring dan evaluasi di tingkat lapangan. Instrumen merupakan perencanaan untuk berbagai kegiatan pembangunan di daerah, terutama dalam upaya mewujudkan ketahanan negara terhadap bencana iklim.

Ari mengingatkan, kebijakan pembangunan berketahanan iklim atau merupakan amanah yang termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020, yang ditujukan untuk mendukung peningkatan kapasitas ketahanan iklim.

“Pada kebijakan-kebijakan tersebut mengatur bagaimana beradaptasi terhadap perubahan iklim, merupakan hal yang sangat penting terutama dalam kerangka kita melakukan Survival atas dari kehidupan kita di Indonesia,” kata Ary.

Ia mengatakan, ekosistem di Indonesia, data tahun 2018 menyebut, terdapat sekitar 25.800 desa sebagai unit pemerintahan terkecil di Indonesia dengan penduduk sekitar 30 juta orang, yang tinggal di dalam atau berada di sekitar kawasan hutan.

Oleh karena itu, kata dia, pentingnya upaya mengurangi dampak terhadap kelompok-kelompok rentan melalui peningkatan kemampuan adaptif suatu daerah dan ketahanan iklimnya sejalan dengan profil kerentanan iklim Indonesia.

Di tingkat global, nilai klaimetris indeks Indonesia sebesar 74 atau berada di urutan ke-72 dari 180 negara. Semakin tinggi skor mengindikasikan risiko iklim yang semakin rendah. Posisi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain ini di ASEAN tergolong rendah, setidaknya,  bila dibandingkan dengan Malaysia (105,67). Namun, Indonesia masih lebik baik jika dibandingkan dengan Kamboja (36,17), Vietnam (35,67), dan Filipina (18,17).

Atas alasan itulah, kata dia, instrumen berketahanan iklim merupakan kebutuhan semua pihak dalam upaya kolektif partisipatif dan inklusif untuk keberlanjutan melakukan pengelolaan sumber daya alam. “Standar ini ditujukan untuk membantu untuk mengimplementasikan kebijakan publik di tingkat tapak,” kata dia. “Jadi banyak kebijakan-kebijakan yang harus bisa diterjemahkan oleh pelaksana yang ada di lapangan.” []

Penulis: Ahmadi Supriyanto

 

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?