- Bentuk-bentuk aksi mitigasi dalam menurunkan emisi GRK melalui penyerapan dan penyimpanan karbon dilakukan melalui 22 aksi mitigasi.
envira.id, Jakarta—Pengelolaan hutan lestari menjadi tulang punggung dalam pengendalian perubahan iklim sektor kehutanan. Salah satunya langkah untuk mendukung pengendalian perubahan iklim itu adalah melalui Nilai Ekonomi Karbon (NEK) lewat perdagangan karbon.
“Pengendalian perubahan iklim sektor kehutanan tertera dalam Dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), KLHK, Drasospolino, saat sosialisasi Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan di Kota Sorong, Papua Barat Daya (02/11/2023) untuk regional Papua dan Maluku
Dia mengatakan, dalam FOLU Net Sink 2030, ada dua tujuan yang ingin dicapai, yakni pertama, mengurangi terjadinya emisi gas rumah kaca, khususnya pada kawasan hutan lahan gambut.
Kedua, meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon, melalui praktik-praktik pengelolaan hutan lestari yang mampu meningkatkan serapan dan simpanan karbon.
Dikatakan Drasospolino, bentuk-bentuk aksi mitigasi dalam menurunkan emisi GRK melalui penyerapan dan penyimpanan karbon dilakukan melalui 22 (dua puluh dua) aksi mitigasi.
“KLHK telah memenuhi seluruh kebijakan perdagangan karbon dengan menetapkan Peta Jalan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan,” tandasnya.
Dalam Peta Jalan itu, sambung dia, terdapat kriteria umum terkait disagregasi baseline emisi serta target pengurangan emisi dan kriteria khusus terkait rencana implementasi, sasaran serta strategi pencapaian target.
Drasospolino menekankan, regional Wilayah Papua meliputi Provinsi Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya serta Regional Maluku yang meliputi Maluku dan Maluku Utara, memiliki potensi yang besar dalam mendukung penurunan emisi GRK dari Sektor Kehutanan.
Saat ini, katanya, jumlah Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang berada di Regional Papua dan Regional Maluku sebanyak 85 Unit, terdiri atas regional Papua 49 Unit dan Regional Maluku 36 Unit.
Kemudian, ditambah dengan luasnya kawasan hidrologis gambut di Regional Papua yang mencapai 13.190.334 ha, sambung dia, maka perlindungan dan pemulihan pada lahan gambut menjadi faktor utama dalam menekan terjadinya emisi GRK akibat lahan gambut yang rusak.
“Oleh karena itu Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan diharapkan memberikan semangat baru bagi PBPH untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari berbasis multi usaha kehutanan,” tambah dia. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto