Gawat, Mikroplastik Sudah Ada di Semua Ekosistem

oleh Ahmadi
  • Diingatkan, semakin dekat aktivitas penduduk maka semakin tinggi pula mikroplastik yang lepas ke lautan.

envira.id, Jakarta–Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan mikroplastik sudah ditemukan di hampir semua ekosistem kehidupan.

“Dimulai dari perairan hingga pegunungan dengan kelimpahan yang beragam,” kata Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova, dalam diskusi daring BRIN yang dipantau dari Jakarta, Jumat (4/10).

Menurut Reza, mikroplastik di lingkungan berasal dari hasil sampah plastik yang terdegradasi dan tidak dikelola dengan baik. Sampah-sampah ini timbul karena dibuang secara sembarangan maupun hasil pengelolaan yang tidak tepat seperti dimusnahkan dengan proses pembakaran.

Ia melanjutkan, kandungan mikroplastik yang bocor ke lingkungan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui ikan atau hewan air lain yang dikonsumsi.

“Sumber masuknya juga bisa dari pernapasan dan paparan terhadap benda plastik yang mengalami proses pelapukan atau degradasi perlahan,” tandas Reza.

Saat ini,lanjut dia, 75 persen dari sampel biota air, tanah dan udara memperlihatkan kandungan mikroplastik.
Selain itu, pemodelan penyebaran mikroplastik di permukaan air laut wilayah Asia Tenggara memperlihatkan, semakin dekat dengan arah aktivitas penduduk maka semakin tinggi pula mikroplastik yang lepas ke lautan.

Lebih jauh, dia menjelaskan, kelimpahan mikroplastik juga beragam, mulai dari 0,1 sampai 11 juta partikel mikroplastik per 1.000 liter air, 3 sampai 50.000 partikel per kilogram tanah dan 0,1 sampai 65 partikel per individu produk perikanan.

Dari sekitar 109 negara, kata dia, negara Asia Tenggara termasuk yang paling banyak ‘mengonsumsi’ mikroplastik.

Namun, sambung dia, meski jumlah penggunaan produk plastik Indonesia lebih rendah dibandingkan negara tetangga yaitu 22,5 kilogram per kapita–lebih sedikit dibandingkan Singapura lebih dari 100 kilogram dan Malaysia 80 kilogram–tapi atribusi sampah plastik yang bocor ke lautan diperkirakan lebih besar.

Hal ini, menurut Reza, terkait erat dengan pengelolaan sampah di Indonesia yang masih belum optimal, termasuk masih maraknya praktik pembakaran sampah secara terbuka oleh masyarakat. []

Penulis: Ahmadi Supriyanto

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?