- Indonesia menghasilkan 8 juta ton sampah plastik tiap tahun. Dari jumlah itu, sebanyak 2,6 juta ton sampah dibuang ke sungai.
envira.id, Jakarta — Kabar tercemarnya 68 sungai Indonesia oleh mikroplastik lumayan bikin kaget dan merinding. Bahan-bahan tak kasat mata itu mencemari sungai-sungai di Indonesia yang digunakan untuk penopang kehidupan sehari-hari, termasuk untuk dikonsumsi.
Mikroplastik mengandung setidaknya racun yang mengancam kehidupan manusia, mulai dari phthalate, bhispenil A, alkyl, phenol, pigmen warna dan anti retardan. Kandungan tersebut merupakan bahan kimia tambahan kategori endocrine disruption chemical (EDC) bersifat karsinogenik yang dapat mengganggu hormon manusia.
Dengan terganggunya hormone tersebut, manusia akan mengalami gangguan reproduksi, pertumbuhan tubuh, menopause dini, kualitas sperma hingga indikas intersex.
Lebih menyedihkan lagi, seperti pernah dirilis Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Indonesia rata-rata menghasilkan 8 juta ton sampah plastik tiap tahun. Dari jumlah itu, 3 juta ton sampah diolah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS), lalu 5 juta ton lainnya dibakar dan ditimbun. Sebanyak 2,6 juta ton sampah dibuang ke sungai.
Hasil survei tentang persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sungai di Indonesia yang dilakukan oleh Tim Ekspedisi Sungai Nusantara, sejak Maret hingga Desember 2022 menguatkan hal itu.
Survei yang dilakukan terhadap 1.188 responden yang berdomisili di 166 kota di 30 provinsi itu menyebut, sebanyak 90,7% responden menyatakan kondisi sungai Indonesia saat ini tercemar.
Dari jumlah itu, 13,9% di antaranya menyatakan sangat tercemar, tercemar ringan 31,2% dan tercemar sedang sebanyak 45,6%. Hanya 5,1% responden yang menyatakan kondisi sungai tidak rercemar. Sisanya, 4,3% menyatakan tidak tahu.
Responden juga menyebut tentang fakta-fakta mengapa 68 sungai di Indonesia itu tercemar. Ada tiga indikator. Pertama, sungai-sungai Indonesia masih ditemukan sampah (70,7%). Kedua, air sungai Indonesia ditemukan berbusa, berubah warna dan berbau (19,4%).
Ketiga, masih dijumpai peristiwa ikan mati masal di sungai (3,5%). Bahkan menurut Ecoton, Indonesia menjadi negara tercepat kedua di dunia dalam kepunahan ikan air tawar.
Para responden juga mengatakan, pencemaran sungai terjadi karena sampah plastik (77,2%) dan limbah cair domestik (38,8%). Sedangkan 15% menyatakan sumber pencemaran berasal dari limbah cair Industri. Selanjutnya, pencemaran sungai berasal dari deforestasi, pestisida dari aktivitas pertanian, perkebunan sawit, pertambangan, peternakan dan limbah B3 sebanyak 7,8%.
Maka tidak heran jika hasil survei itu menunjukkan, 82% menyatakan Pemerintah Indonesia masih mengabaikan pengelolaan sungai. Padahal mereka (92% responden) sepakat bilang bawa ekosistem sungai sangat penting bagi kehidupan manusia dan menunjang pembangunan Indonesia.
Pun begitu, masyarakat masih menaruh harapan besar kepada pemerintah untuk melakukan upaya pemulihan sungai. Harapan itu di antaranya, upaya pengawasan yang ketat agar pelaku pencemaran bisa diberi sanksi sehingga aksi-aksi perusakan atau pencemaran sungai menjadi jera dan tidak terulang lagi. Disuarakan oleh 48% responden.
Kemudian, sebanyak 34,7% responden minta pemerintah untuk melakukan pengendalian masifnya penggunaan plastik sekali pakai yang menjadi sumber sampah di sungai-sungai Indonesia. Masyarakat menghendaki adanya regulasi pengurangan atau pembatasan plastik sekali pakai.
Harapan berikutnya berasal dari 17,3% responden, menginginkan sanksi pidana kepada industri pelaku pencemaran. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto