- Kegiatan daur ulang sampah tidak dapat hanya dilakukan oleh satu pihak, namun perlu kolaborasi pentahelix
envira.id, Jakarta—Upaya berbagai pihak untuk mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Indonesia tak henti dilakukan oleh berbagai pihak.
Mengingat, saat ini sebagian besar TPA sudah ketetaran untuk mengelola sampah yang masuk. Komposisi sampah organik dan anorganik yang ada di TPA sudah tak seimbang. Banyak sampah yang seharusnya dapat dipilah dan diolah ternyata berakhir di TPA.
Salah satu gerakan yang ada sejak tahun 2019 adalah program advokasi, edukasi, dan sosialisasi daur ulang sampah plastik “Yok Yok Ayok Daur Ulang! (YYADU!)” .
Gerakan ini bermula dari adanya anggapan masyarakat bahwa produk ramah lingkungan adalah produk yang dapat terurai secara alami. Faktnya, dalam menentukan suatu produk ramah lingkungan perlu ditinjau secara menyeluruh dari awal diproduksi hingga siklus daur ulangnya.
“Di samping itu, pengelolaan sampah yang masih mengandalkan TPA tanpa memproses sampah terlebih dulu juga menjadi perhatian kami,” kata Director of Environment & Sustainability Affairs Responsible Care Indonesia, Hanggara Sukandar, dalam satu kesempatan baru-baru ini.
Sebagai informasi, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), rata-rata satu orang penduduk Indonesia menyumbang sampah sebanyak 0,7 kg per hari dan di antaranya berakhir di TPA. Sementara itu, melansir data dari Sustainable Waste Indonesia (SWI), baru 7 persendari 65 juta ton sampah di Indonesia yang berhasil didaur ulang dan 69 persen berakhir di TPA.
Hanggara melanjutkan, Program YYADU! mengedepankan kolaborasi dalam proses edukasi dan sosialisasi. Karena itu, pihaknya mengajak Kita Olah Indonesia, institusi dengan spesialis pengelolaan dan daur ulang sampah yang berlokasi di Kota Bekasi. Beroperasi sejak tahun 2021, Kita Olah Indonesia telah turut ambil andil dalam memproses sampah yang beredar di masyarakat.
“Kegiatan daur ulang sampah tidak dapat hanya dilakukan oleh satu pihak, namun perlu kolaborasi pentahelix yang melibatkan berbagai pihak mulai dari masyarakat, akademisi, pemerintah, pelaku bisnis, hingga media,” terangnya.
Hanggara mengatakan, edukasi dan sosialisasi daur ulang sampah plastik perlu terus-menerus dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran tiap lapisan masyarakat dalam menjalankan perannya masing-masing.
Menurut Founder & CEO Kita Olah Indonesia, Muhamad Andriansyah, Kita Olah Indonesia telah memproses lebih dari 900 ton sampah anorganik atau rata-rata per hari mencapai 3 ton. Sampah yang diolah khususnya limbah plastik dalam berbagai jenis mulai dari high value plastic waste seperti HDPE, LDPE, PET, dan PS.
“Plastik-plastik itu sudah sepenuhnya dapat didaur ulang hingga low value plastic waste yang dianggap residu seperti multilayer,” kata Andriansyah.
Selain itu, tegasnya, Kita Olah Indonesia mendaur ulang sampah plastik, mulai dari limbah plastik bernilai tinggi seperti botol-botol bekas sampo, galon air mineral, jerigen, hingga tutupnya.
Cara pengelolaanya yakni memisahkan sampah plastik berdasarkan jenis hingga warnanya. Setelah dipilah, sampah plastik dicacah hingga menjadi serpihan melalui mesin pencacah untuk selanjutnya dilebur dan didinginkan. Produknya berupa bahan dasar biji plastik atau plastic pallet.
Setelah didaur ulang menjadi bahan dasar, plastic pallet ini dapat dimanfaatkan oleh produsen industri rumahan untuk kembali dicetak dan dibentuk menjadi produk yang baru.
“Setelah didaur ulang menjadi bahan dasar, plastic pallet ini dapat dimanfaatkan oleh produsen industri rumahan untuk kembali dicetak dan dibentuk menjadi produk yang bar,” kata Andriansyah. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto