- Dalam tempo kurang dari empat tahun, Bank Sampah Bersinar memiliki 16 ribu orang nasabah yang terhimpun dalam 600 Bank Sampah Unit yang tersebar di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.
- Tahun 2022, membangun bank sampah induk di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.
envira.id, Bandung – Memasuki gudang seluas lapangan sepakbola itu, tampak tumpukan sampah yang tertata rapi, dipisah berdasarkan jenis materialnya. Ada botol plastik yang sudah di-pres, kardus, kantong palstik, styrofoam dan kertas. Ada juga deretan jerigen berisi jelantah.
“Sampah ini berasal dari pemukiman warga atau dari Bank Sampah yang sudah diedukasi memilah sampah,” kata pekerja di gudang itu kepada envira.id pertengahan Desember 2022.
Setiap bulan tak kurang dari 180 ton sampah anorganik diangkut ke gudang milik Bang Sampah Bersinar (BSB) itu. Memiliki gudang dan kantor di Jalan Terusan Bojongsoang, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, BSB adalah Bank Sampah Induk (BSI) yang membawahi ratusan Bank Sampah Unit (BSU).
“Kami punya 16 ribu orang nasabah yang terhimpun dalam 600 Bank Sampah Unit yang tersebar di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, ” ujar Direktur Utama BBS, Febriyanti SR.
Fei, sapaan akrab Febriyanti, sebelumnya bekerja di perusahaan multi nasional, terakhir menjabat sebagai general manager. Pada akhir 2018 ia mundur karena tertarik bergelut di bidang lingkungan, terutama persampahan. “Saya ingin berkontribusi dalam penanganan sampah,” ujarnya.
Karenanya ia sangat antusias ketika pada 2019 diminta mengelola BSB yang saat itu mati suri. Dengan manajemen baru di bawah PT Solusi Rahayu Indonesia, Fei membangun sistem baru penanganan sampah. “Kami ajak masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sampah. Ini tidak mudah, kami mulai dengan menyentuh hati mereka , agar mereka mau dan tegerak ” ujarnya.
Ia melakukan pendekatan ke tokoh agama dan tokoh masyarakat, mengajak mereka untuk mengelola sampah. Banyak cara ditempuhnya. Pada awal pandemi COVID 19, Maret 2020, misalnya , ia membagikan cairan sanitizer, yang saat itu langka dan mahal, ke rumah – rumah ibadah seperti masjid dan gereja.
Gayung Bersambut. Ketika gagasan mengelola sampah sudah diterima, Fei mengajak warga dan komunitas mendirikan Bank sampah Unit (BSU). Warga, sebagai nasabah, menyetor sampah yang sudah dipilah ke BSU, dan mendapatkan tabungan setelah diambil oleh petugas BSB.
Awalnya hanya di pemukiman penduduk, belakangan bank sampah menyebar ke perkantoran, sekolah dan pasar. Bukan hanya di kawasan perkotaan, ada juga BSU yang lokasinya terpencil, diperbukitan yang susah dikases kendaraan roda empat.
“Saya terharu melihat mereka (pengurus BSU) memanggul sampah turun ke mobil pick up yang diparkir di bawah bukit,” kata Fei.
Masa- masa sulit Fei bisa dibilang sudah lewat. Mendapat pasokan 180 ton sampah anorganik per bulan, BSB kini memperkerjakan puluhan orang karyawan.
Sampah-sampah yang terpilah dikirim ke pabrik-pabrik daur ulang. Tetapi ada juga yang diproses sendiri di sini. Misalnya sampah popok bayi diolah menjadi Refused Plastic Fuel (RPF) dan pelet dengan kandungan kalori mulai dari 3.500 hingga 8.428 kalori. Pelet disalurkan ke pabrik UMKM sebagai bahan bakar.
BSB juga menerima sampah organik, tetapi jumlahnya tidak besar hanya 6 ton per bulan. Sampah itu digunakan untuk pakan maggot. Nah, maggot – maggot yang sudah besar dikeringkan untuk dijadikan pakan ikan dan ternak. Selain digunakan sendiri, untuk pakan lele, ayam dan soang, maggot produksi BSB disalurkan ke peternak ikan atau unggas di sekitaran Bandung Raya.
Tak hanya limbah dari Bank Sampah Unit, BSB juga menangani sampah dari dari Sungai Citarum. Saban hari tak kurang dari 1 ton sampah dari sungai yang pernah dijuluki sebagai kali terkotor di dunia itu diangkut ke BSB. Sampah basah itu dikeringkan lalu dikirim ke pabrik pengolahan Refused Derived Fuel (RDF) untuk bahan bakar pabrik semen.
Sekarang kedaaan sudah berbalik. Bukan Fei yang mencari mitra, tetapi banyak pihak yang ingin mendirikan BSU bekerja sama dengan Bank Sampah Bersinar.
Fei selalu membuka pintu. Persyaratan membangun BSU tidak rumit hanya perlu pengurus terdiri dari ketua, bendahara dan sekretaris. Untuk BSU di pemukiman warga, jumlah anggota minimal 20 kepala keluarga, untuk di instansi minimal 40 orang dan untuk kelompok pedagang minimal 5 orang. “Pengurus akan diberi pelatihan tentang manfaat bank sampah, manajemen pilah sampah, hingga masalah keuangan,” kata perempuan 35 tahun itu.
Dari Bandung ke Danau Toba
Suskes di Bandung, pada 2022 Fei diminta oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi untuk membangun Bank Sampah Induk (BSI) di Desa Tambunan Lumban Pea, Danau Toba, Sumatera Utara. Dalam tempo kurang dari setahun, Bank Sampah Tarhilala di Kabupaten Toba ini telah memiliki 120 BSU.
Melalui program tukar sampah plastik dengan sembako, bank sampah yang diresmikan oleh Bupati Toba Poltak Sitorus pada Maret 2022 ini berhasil mengumpulkan 8 ton sampah per bulan. “Semakin banyak Bank Sampah Unit dibangun akan semakin banyak sampah yang tertangani, masuk dalam sistem pengumpulan dan pendauran,” ujar Fei. (**)
Penulis: Eni Saeni