- Tak tepat tangani pascapanen, komoditas hortikultura mengalami kehilangan hasil pertanian sekitar 35 persen, bahkan ada yang bisa mencapai 50 persen.
envira.id, Jakarta—Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut, teknologi ozon yang biasa digunakan untuk pengawetan makanan bisa menjadi solusi mengurangi sampah makan yang timbul dari pascapanen.
Kontribusi teknologi ozon terhadap food loss dan food waste mulai dari penanganan (pupuk), pasca panen, penyimpanan, distribusi sampai ke tempat konsumen mencapai 5 hingga 20 persen.
“Gas ozon merupakan allotrope sebagai bentuk lagi dari gas oksigen dan dari prosesnya secara alami terbentuk di alam,” kata Periset Teknologi Tepat Guna BRIN Anto Tri Sugiarto, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (24/11).
Menurut Anto, ozon lebih baik dari ultraviolet untuk membunuh mikroba, virus, jamur hingga bakteri. Hasilnya, pertanian bisa disampaikan lebih lama.
Disebutkan Anto, problem yang sering ditemui petania saat panen adalah terjadinya penurunan mutu komoditas karena perubahan sifat fisik, kimia maupun mikrobiologi.
Dari hitungannya, sambung dia, komoditas hortikultura mengalami kehilangan hasil pertanian sekitar 35 persen, bahkan ada yang bisa mencapai 50 persen.
Karena itulah, tegas Anto, saat ini dibutuhkan teknologi penanganan produk pertanian untuk mempertahankan mutu, kesegran, dan keamanan. Selain karena tuntutan kosumen akan produk berkualitas, juga untuk mengurangi sampah makanan yang ditimbulkan dari hasil panen yang membusuk.
Yang jelas, sambung dia, teknologi ozon memiliki efek bakterisida kuat yang dapat menghancurkan mikroorganisme, seperti virus dan bakteri.
Aplikasi ozon gas maupun cair, imbuh Anto, mampu menghilangkan kontaminasi pestisida dan menginaktivasi mikroorganisme.
“Bahkan ozon dalam bentuk nano dapat meningkatkan transfer massa ozon dan efektivitas dalam oksidasi serta penghilangan patogen berbahaya,” sambung dia.
Anto mengingatkan, Indonesia masuk dalam negera produsen pertanian yang banyak membuang produk pertanian. Akibatnya, Indonesia malah melakukan impor pangan.
Data menyebut, setiap orang Indonesia menghasilkan food loss 300 kilogram per tahun. Jumlah yang besar ini menempatkan Indonesia pada posisi ketiga terbesar dunia untuk food wast dan food loss. Sedangkan urutan pertama ditempati Arab Saudi dan Amerik Serikat.
Penulis: Ahmadi Supriyanto