- Pesona Danau Begantung bisa sirna jika tidak ada keseriusan untuk melakukan proteksi. Dibutuhkan peran serta semua pihak.
envira, Jakarta—Di balik pesona dan keindahan Danau Begantung, ternyata memiliki kisah pilu yang jika tidak disikapi serius dapat menjadi ancaman nyata bagi ekosistem kawasan dan lingkungan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Imam Mas’ud dari Jaringan Pemetaan Partisipatif (JKPP) dalam diskusi “Restorasi dan Kearifan Lokal Masyarakat di Lahan Gambut” di kanal YouTube Teras Mitra, mengatakan, Danau Begantung, yang terletak di , Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, memiliki sejumlah ancaman yang tidak ringan bagi keberlangsungan kawasan itu dan dampak ikutannya.
Degradasi dan deforestasi hutan tidak dipungkiri menjadi ancaman serius bagi kawasan seluas 84,1 hektar itu. Pasalnya, di sekeliling Danau Begantung banyak perusahaan kelapa sawit yang dikhawatirkan bakal melakukan alih fungsi lahan menjadi lahan pekerbunan sawit.
“Kemungkinan satu saat akan ekspansi wilayah-wilayah sebelahnya,” kata Imam. “Banyak sekali perusahaan sawit di sana, yang berada di sekitar Danau Begantung. Ini bagian dari akan adanya upaya alih fungsi lahan kalau tidak ada upaya proteksi terhadap Danau Begantung ini.”
Soal bahaya kebakaran hutan dan lahan, lanjut Imam, bila dilihat lewat citra satelit, ada dua titik di seputaran Danau Begantung. Jika tidak ada proteksi maka spot kebakaran akan meluas. Di sisi lain akan ada upaya eksploitasi lahan sawit, sehingga memunculkan upaya degaradasi.
Wilayah ini, kata Imam, dulunya SPLG (sekolah lapangan petani gambut). Di sana ada saluran primer induk yang menghubungkan Sungai Kahayang dan sungai Kapuas. Dengan adanya ini, maka saat musim kemarau air yang ada di Danau Begantung akan keluar, sehingga saat terdapat air maka akan diserap keluar. “Akan terjadi kekeringan, dan di sanalah kemungkinan besar berpotensi kebakaran,” tandas Imam.
Ancaman berikutnya adalah perikanan ilegal. Di Danau Begantung, warga setempat memanfaatkan untuk budidaya perikanan tangkap dan budidaya perikanan lainnya. Penggunaan strum yang oleh nelayan ilegal, sangat perlu segera ditindaklanjuti, meski sebenarnya ada Peraturan yang tidak tertulis yang disepakati oleh mereka.
Peraturan tidak tertulis itu, di antaranya dilarang menggunakan strum dan racun saat penangkap ikan. Kemudian, orang luar yang datang harus ada izin atau setidaknya ditemani warga Tanjung Pusaka. Pada saat musim kemarau dilakukan pepenjagaan malam dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. “Selama ini kontribusi dari ekowisata umumnya masuk desa Tanjung Pasuka,” kata Imam soal kesepakatan tak tertulis itu. “Dananya digunakan untuk pembersihan danau.”
Sebagai upaya proteksi sudah dilakukan beberapa tahun belakang. Misalnya, dilakukan inisiasi penyediaan peta partisipatif dalam bentuk peta perencanaan tata guna lahan. Pemetaan partisipatif menekankan pada proses partisipatif dan perencanaan tata guna lahan yang lebih detail.
Imam bilang, penekanan terpenting dalam penggunaan tata guna lahan adalah partisipatifnya. Artinya, harus melibatkan seluruh anggota masyarakat. Dalam membuat peta ini yang terpenting adalah akurasi sosialnya, unsurnya pengetahuan masyarakat dan kesepakatan masyarakat, bukan pada alatnya. “Masyarakat yang menentukan sendiri petanya,” kata Imam.
Berdasarkan rujukan Peta Partisipatif (Perencanaan Tata Guna Lahan), pada 12 Desember 2019, Dana Begantung ditetapkan sebagai KEE Lahan Basah (Kawasan Ekosistem Esensial) melalui Keputusan Bupati Pulang Pisau 445/2019, yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Forum Pengelola KEE Lahan Basah Danau Begantung yang ditetapkan melalui SK Bupati Pulang Pisang Nomor 446 Tahun 2019.
Dengan keputusan ini, Danau Begantung tidak hanya berfungsi sebagai perlindungan ekosistem tumbuhan dan satwa tetapi juga sebagai areal mata pencarian masyarakat lokal, khususnya satwa liar (ikan). Keputusan ini juga berarti Danau Begantung sebagai kawasan yang mendukung peningkatan ekonomi masyarakat sekitar dengan pengembangan jenis usaha berbasis lahan air dan jasa lingkungan.
Sedangkan kegiatan di Danau Begantung sebagai KEE diprioritaskan pada perlindungan wilayah; pengawetan keanekaragaman hayati; pemulihan ekosistem; dan pemenfaatan KEE secara berkelanjutan. []
Penulis: Ahmadi Supriyanto