- Perkembangan kendaraan listrik di Indonesia maju sangat cepat. Sayang, regulasi khusus pengelolaan untuk limbah baru ini masih belum ada.
envira.id, Jakarta — Tak bisa dibantah, kemajuan membawa pada perubahan yang tak bisa dihindari. Kemajuan electric vihicle (EV) atau kendaraan listrik terus berkembang dari hari ke hari. Isu polusi yang dihasilkan dari mobil listrik itu tentu bagian dari residu kemajuan, yang harus dicarikan jalan keluarnya.
Indonesia sendiri terus membenahi dan menata pabrik manufaktur untuk beralih menggunakan energi hijau atau energi baru terbarukan (EBT), bukan saja terhadap produsen mobil listrik dan baterai tetapi juga manufaktur secara keseluruhan. Tapi realisasinya boleh terbilang minim. Di Indonesia sendiri implementasi bauran EBT tahun 2021 masih di angka 11,5%. Meski naik tipis dari tahun 2020 sebesar 11,2 persen, capaian ini tetap saja masih jauh dari target 23% di tahun 2025.
Ini baru problem bagaimana kendaraan listrik diproduksi: mencari solusi agar produksi mobil ramah lingkungan tidak malah menghasilkan polusi lainnya. Limbah baterai mobil listrik bagaimana pun perlu perhatian serius. Sebab, di saat akhir masa penggunaan baterai mobil listrik mencapai waktunya, akan menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun atau limbah B3.
Baterai Lithium Ion tidak seperti baterai konvensional yang mudah untuk didaur ulang. Sebab, baterai tersebut punya campuran komponen kimia spesifik sehingga sukar didaur ulang. Tentu saja daur ulang baterai listrik tidak sama dengan baterai timbal-asam yang biasa kita temukan. Sejauh ini, hanya ada sekitar 5% baterai Lithium Ion yang didaur ulang secara global. Itu berarti, mayoritas baterai ini akan menjadi sampah. karenanya, industri daur ulang baterai mobil listrik sangat dibutuhkan saat ini.
Limbah dari baterai kendaraan listrik sebetulnya masih punya masa hidup meskipun sudah tidak bisa digunakan. Proses daur ulang akan mengambil kembali logam berharga seperti kobalt, aluminium, mangan, dan litium.
Kabar baiknya, salah satu perusahaan Indonesia, ada yang sudah ditunjuk oleh PT Glovis Indonesia International (GII), perusahaan logistik afiliasi dari Hyundai Motors Corporation untuk menangani masalah limbah baterai listrik. Yang harus dipastikan adalah pengelolaan limbah B3 itu harus mengacu pada peraturan perundang-undangan agar limbah tersebut tidak mencemari lingkungan dan mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan di Indonesia khususnya dalam ekosistem kendaraan listrik.
Pun begitu, sebagai “barang baru” maka diperlukan regulasi baru pula untuk menangani limbah baterai kendaraan listrik mengingat bahaya yang bakal ditimbulkan. Setidaknya, dua instansi, yakni Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perhubungan sudah bersiap untuk mengatur pengelolaan limbah baru ini.
Seperti pernah disampaikan Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati, KLHK sangat mungkin akan mengeluarkan regulasi khusus pengelolaan limbah baterai kendaraan listrik. “Bila tidak dilakukan pengelolaan limbah yang baik, maka limbah baterai kendaraan listrik dapat membahayakan. Mengingat terdapat sifat fisika dan kimia pada baterai lithium yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan,” tegas Rosa, akhir tahun lalu. “Selain itu limbah baterai masih dapat dimanfaatkan.”
Saat ini regulasi yang mengatur tata pengelolaan limbah terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. 12/2021.
Hal senada pernah juga disampaikan Direktur Sarana Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Danto Restyawan. Katanya, hal ini sudah dibicarakan dengan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi bahwa limbah kendaraan listrik harus dipikirkan siapa yang akan mengatasi dan perlunya membuat aturan baru. “Karena kendaraan listrik sesuatu yang baru maka banyak aturan yang masih kurang,” kata Danto. “Makanya perlu dibenahi serta diperbaiki.”
Regulasi baru untuk penanganan limbah produk baru ini memang cukup mendesak. Populasinya limbah baterai kendaraan listrik diperkirakan akan membengkak dengan cepat. Apalagi, pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan peraturan sepeda motor konversi di tahun 2020 melalui Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 65 Tahun 2020 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai.
Dua tahun kemudian, dikeluarkan aturan untuk mobil konversi lewat Peraturan Menteri Perhubungan No.15 Tahun 2022 tentang Konversi Kendaraan Bermotor Selain Sepeda Motor dengan penggerak Motor Bakar menjadi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Dua aturan ini memungkinkan mobil dan motor konvensional untuk menggunakan baterai listrik
Agar tak kedodoran dan belum terlalu terlambat, tentu regulasi pengelolaan limbah baterai kendaraan listrik ini patut ditunggu. [dari berbagai sumber]
Penulis: Ahmadi Supriyanto