Pro Kontra Syarat Amdal Lolos ke Perppu Cipta Kerja

oleh Ahmadi
  • Sulit bagi kelompok pecinta alam dan LSM bergerak untuk memperjuangkan demi melindungi lingkungan hidup atau dalam menentukan keputusan nasib sebuah lingkungan hidup.

envira.id, Jakarta — Di ujung tahun 2022, secara mengejutkan Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini dikeluarkan untuk menganulir UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Sejumlah isi di Perppu itu disorot banyak pihak karena dianggap tidak berbeda dengan yang dipermasalahkan dalam putusan MK pada 25 November 2021 melalui putusan No. 91/PUU-XVII/2020.

Dalam putusan itu, MK memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Dalam salinan Perppu yang sudah banyak beredar, ada sejumlah pasal yang tidak mengalami perubahan, padahal pasal tersebut sempat digugat ke MK. Misalnya, Pasal 22 yang menyinggung soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), tetap melarang masyarakat yang tidak terdampak tidak bisa memberikan masukan soal Amdal. Berikut isi lengkapnya:

  1. Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
  2. Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Poin ini termasuk dari beberapa bagian yang dilakukan perubahan dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beberapa LSM dan pemerhati lingkungan mengkritisi pemotongan poin tersebut dan minta agar dikembalikan seperti tertera pada Pasal 26 UU. 32 Tahun 2009.
Berikut isinya:

  1. Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
  2. Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
  3. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) yang terkena dampak; b) pemerhati lingkungan hidup; dan/atau c) yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
  4. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.

Hal yang paling dikhawatirkan, seperti pernah disampaikan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Yayasan HAkA) dalam gugatannya, sulit bagi kelompok pecinta alam dan LSM bergerak di bidang lingkungan hidup untuk memperjuangkan kepentingan untuk melindungi lingkungan hidup atau dalam menentukan keputusan nasib sebuah lingkungan hidup bila UU telah melarangnya melalui Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja.

Gugatan ini ditolak MK dengan alasan UU ini sudah dibekukan. DPR dan pemerintah diminta untuk memperbaikinya. []

Penulis: Ahmadi Supriyanto

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?