Potensi Karhutla 2023 Lebih Besar, Pemerintah Siapkan Sejumlah Langkah

oleh Ahmadi
  • Perlu diwaspadai kemarau 2023 (Agustus-September) yang dapat lebih besar potensi karhutlanya dibanding saat kemarau basah di tahun 2020-2022.

envira.id, Jakarta — Meski musim hujan masih berlangsung dan bahkan saat ini tengah berada di puncak musimnya, pemerintah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Langkah antisipasi disiapkan dan melibatkan beberapa kementerian/lembaga, di antaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana(BNPB), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), TNI, POLRI, serta akademisi.

Menteri LHK Siti Nurbaya, dalam sesi sambutannya pada rapat koordinasi nasional yang digelar, Rabu (28/12) mengatakan, ada 5 instrumen berkaitan dengan solusi permanen pengendalian karhutla, yaitu sistem pemantauan hotspot dan operasi; Teknik Modifikasi Cuaca (TMC); Operasi Lapangan/Patroli; landscape management gambut dan law enforcement; serta livelihood dan kesejahteraan masyarakat.

“Terimakasih kepada semua pihak, baik di pusat maupun daerah, bahwa pada Tahun 2022 kita sudah melalui dengan baik. Masih ada catatan kejadian karhutla, tetapi masih dapat diatasi dengan baik,” ujar Menteri Siti.

Angka luas kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2022 mengalami penurunan. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tahun ini seluas 154.180 Ha (42,96%), sebelumnya dalam kurun enam tahun jumlah karhutla tergolong tinggi. Pada tahun 2016 tercatat 438.363 Ha. Kemudian, tahun 2017 (165.483 Ha), tahun 2018 (529.266 Ha), tahun 2019 (1,6 juta Ha), tahun 2020 (296.942 Ha), dan tahun 2021 (358.867 Ha).

Penurunan karhutla di tahun ini diduga karena cuaca yang basah di dua tahun ini sehingga kebakaran hutan tidak berkembang.

Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyampaikan, kondisi El Nino—Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) 2023 diprediksi pada fase netral. Curah hujan tahunan 2023 diprediksi umumnya pada kategori normal, dan akan sedikit lebih rendah dibanding tahun 2022.

Berdasarkan kondisi iklim hingga Juni 2023, tegas Dwikorita, secara umum potensi rendah untuk kejadian titik api. Perlu diwaspadai kemarau 2023 (Agustus-September) yang dapat lebih besar potensi karhutlanya dibanding saat kemarau basah di tahun 2020-2022. Secara khusus, yang perlu diwaspadai adalah potensi karhutla di wilayah utara Sumatera, yaitu Sumut, Riau dan Aceh pada Februari 2023.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) dalam laporannya menyampaikan, perbandingan hotspot tahun 2021 dan 2022. Berdasarkan satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confident level di atas 80%, terdapat 1.297 titik hotspot pada 1 Januari-28 Desember 2022. Pada periode yang sama tahun 2021 jumlah hotspot sebanyak 1.278 titik. Artinya, terdapat kenaikan jumlah hotspot sebanyak 19 titik atau 1,49 persen. []

Penulis: Ahmadi Surpiyanto

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?