- Edukasi pengelolaan sampah dipilih menjadi program utama komunitas ini, karena di Bali, juga Indonesia, hal itu luput dari dari perhatian banyak pihak, termasuk dunia pendidikan.
envira.id, Denpasar – Kembali ke kotanya, Denpasar, setelah sekian lama bekerja di kapal pesiar di Amerika, Komang Sudiarta resah melihat sampah berserakan di mana-mana. Keresahan itulah yang memantik Sudiarta membentuk Komunitas Malu Dong Buang Sampah Sembarangan, pada tahun 2009.
Dari Namanya, kita bisa menebak apa aktivitas komunitas yang belakangan beken dengan sebutan Komunitas Malu Dong, ini. Komang Sudiarta memilih jalur edukasi untuk mengatasi masalah sampah. Intinya, komunitas itu mengajak warga peduli pada sampahnya. Tidak, menaruh atau membuangnya secara serampangan.
“Biar Tempat Penampungan Sampah (TPS), Tempat pengolahan Sampahh Terpadu ( TPST) hingga Tempat Pemrosesan Akhir(TPA) dibangun, tapi kalau masyarakatnya tidak diedukasi, maka kita akan sibuk ngurusin sampah yang terus-menerus berdatangan,” kata Bemo, sapaan akrab Komang Sudiarta, saat ditemui envira.id di Denpasar, Bali, pekan lalu.
Menurut dia, jumlah sampah yang diangkut ke TPST atau TPA bisa jauh berkurang jika warga mau memilah sampah. Bemo mengaku mendapat “pelajaran penting” tentang pemilahan sampah saat bekerja di kapal pesiar.
“Di kapal, gaya hidup kami minim sampah karena apa yang kami konsumsi, kemasannya reuse seperti botol kaca, kaleng, dan juga semua peralatan makan minum kami,” ujarnya.
Edukasi pengelolaan sampah dipilih menjadi program utama komunitas ini, karena di Bali, juga Indonesia, hal itu luput dari dari perhatian banyak pihak, termasuk dunia pendidikan.
“Kami paham lemahnya edukasi sampah di sekolah. Karenanya kami masuk ke hulu, mengedukasi manusianya agar paham 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Malu Dong menyasar program edukasi ke siswa mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, bahkan anak-anak disabilitas,” kata Bemo.
Walau berdiri pada 2009, Komunitas Malu Dong sebenarnya baru mulai begerak dalam skala besar, pada 2010. Hal itu antara lain berkat adanya dukungan dari berbagai pihak termasuk dari Pemerintah Kota Denpasar, utamanya Walikota Denpasar (waktu itu), Ida Bagus Rai Mantra.
Bendera komunitas berwarna-warni itu berkibar tinggi saat menggelar Malu Dong Festival pada 2017. Ketika itu tak kurang dari 40 komunitas di Denpasar ambil bagian dalam festival yag antara lain diisi dengan workshop, aksi bersih -bersih lingungan, lomba kreatifitas dan pagelaran kesenian itu.
Saat ini Komunitas Malu Dong merupakan salah komunitas lingkungan yang sangat populer di Bali, utamanya di Denpasar. Nama Bemo sudah menyatu dengan komunitas yang dibangunnya. Kebanyakan orang menyebut atau memanggilnya Bemo Malu Dong. Ia kerap diminta menjadi narasumber dalam diskusi atau talkshow terkait penanganan sampah.
Kegiatan komunitas itu dapat ditengok pada akun Instagram malu.dong, yang pengikutnya mencapai hampir 20 ribu orang. Dari video dan foto di instragram itu tampak bentuk kegiatan, cakupan wilayah, kelompok dan jumlah peserta dari setiap event yang digelar Komunitas Malu Dong. Semua itu seakan menegaskan bahwa tagline Komunitas Malu Dong yakni “Edukasi Dengam Aksi”, bukan sekadar untuk gagah-gagahan.
Salah satu video yang menyentuh hati adalah video yang diunggah pada 28 Januari 2023. Tampak dalam tayangan itu, Komunitas Malu Dong menyelenggaran beach clean-up di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar melibatkan anak-anak penyandang disabilitas siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 2 Denpasar.
Tak ada deskripsi detil tentang aktifitas itu, hanya ditulis: “Kalian memang HEBAT”, serta dicantumkan empat tanda love dan satu tanda jempol. Video berdurasi 1 menit 39 detik itu, menggambarkan keceriaan anak-anak difabel ketika mereka memungut sampah, membersihkan pantai.
Dalam Video lain, yang diunggah ada 28 Februari 2023, tampak keriangan puluhan siswa SD saat diajak membersihkan sampah di jalanan. Terdengar teriakan Bemo, “ingat plastik, ingat plastik,” memberi aba-aba. Tak ada penjelasan mengenai kegiatan itu. Dalam deskripsi hanya ditulis : Dimulai dari hal yang kecil saja, ayo belajar dari diri sendiri untuk bertanggung jawab atas sampahmu.
Di dinding ruang tamu “markas” Komunitas Malu Dong, di Jalan Sahadewa nomor 20, Denpasar, terpasang karya seni instalasi dari ribuan batang puntung rokok berbentuk Pula Bali. Ini semacam sindiran, bahwa sampah puntung rokok tak bisa dianggap sepele.
Selain itu, terdapat ratusan ribu batang puntung rokok yang disimpan dalam puluhan kotak dan botol plastik. Bemo dan kawan -kawan mengumpulkannya sejak 2016. “Kami menunggu ada pihak -pihak yang bisa mengolah puntung rokok ini,” ujar Bemo.
Kantor Komunitas Malu Dong, terdiri dari dua lantai. Di lantai dua antara lain terdapat ruang tamu dan ruang untuk pelatihan edukasi sampah. Sedangkan di lantai satu terdapat kedai kopi yang siapapun boleh singgah di situ. Kedai kopi ini pun kerap menjadi tempat nongkrong bareng anak -anak muda dari berbagai latar belakang untuk berdisuksi tentang lingkungan.
Bemo memastikan apa yang sejauh ini Komunitas Malu Dong kerjakan dimaksudkan untuk membangun dan menumbuhkan perilaku masyarakat, terutama anak usia dini, bagaimana menghadapi atau mengelola sampah dengan benar. Ia berharap kegiatannya tak hanya didukung oleh Pemerintah, tapi juga oleh produsen.
“Saya bersyukur dukungan dari produsen mulai datang, meski baru dari produsen-produsen besar saja,” katanya.
Penulis: Eni Saeni.