- Ke depan, Putra Hawan menargetkan mengelola sampah di Pulau Flores.
envira.id – Sehari menjelang perhelatan KTT ASEAN di Labuan Bajo, Putra Hawan begitu sibuk. Maklum, perusahaan pengelolaan sampah yang dipimpinnya, Kole Project, terlibat dalam “Pesta Rakyat”, acara sampingan atau side event KTT ASEAN, yang digelar di Lapangan Wae Kesambi, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 9 Mei2023.
“Kami dilibatkan dalam Pesta Rakyat Labuan Bajo Festival, khusus untuk menangani sampah,” katanya.
Acara yang diprakarsai oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) itu bisa dibilang sukses besar, dikunjungi tak kurang dari 6000 orang. Tentu bukan perkara enteng untuk mengurus sampah di acara seriuh itu.
“Sampah berserakan, mungkin karena pengunjung asyik nonton acara di panggung misalnya, jadi mereka membuang sampah begitu saja, “kata Putra Hawan, CEO Kole Project kepada envira.id, 12 Mei lalu.
Padahal, upaya yang dilakukan Kole Project sudah maksimal. Drop box disediakan di berbagai sudut, berikut rambu, petunjuk, guna memudahkan pengunjung menempatkan sampah. Putra juga mengerahkan “pasukan” untuk memantau tempat sampah yang penuh, juga melakukan clean up di area kegiatan setiap 20 menit.
Di penghujung acara, Kole Project berhasil mengumpulkan 52 karung sampah non-daur ulang seperti, paper cup, bungkus makanan, sachet, dan sisa makanan, seberat 264 kg. Sedangkan sampah yang bisa didaur ulang terkumul tiga karung, seberat 19 Kg.
Bukan kebetulan kalau Kole Project dilibatkan dalam penanganan sampah di Pesta Rakyat. Perusahaan yang dimotori oleh anak -anak muda ini memang sedang naik daun. Di Labuan Bajo Kole Project sangat popular antara lain karena luasnya kemitraan dalam pengananganan sampah. Selain sampah warga atau masyarakat, perusahaan itu juga mengelola sampah dari hotel, restoran, bengkel, sport center, perkantoran, pelapak, hingga pemulung.
Itu semua tentu karena passion, hasrat kuat, Putra Hawan di bidang lingkungan, terutama sampah. “Sejak SMA, saya selalu menjadi inisiator untuk kegiatan lingkungan dan sering membuat kegiatan bersih-bersih,” kata pria asli Labuan Bajo ini.
Setelah lulus dari Universitas Katolik Sugijapranata, Semarang, Putra aktif di Komunitas Rumah Pekerti dan Koperasi Serba Usaha (KSU) Sampah Komodo, yang dikomandani oleh Margaretha Subekti, tokoh lingkungan di Labuan Bajo. Ia juga terlibat dalam berbagai kegiatan pendampingan masyarakat desa/kelurahan dalam penanganan sampah, sebagai asisten konsultan.
“Dari situ saya belajar banyak tentang sampah dan sirkular ekonomi,” ujar Putra.
Karena ingin belajar mandiri, maka pada akhir 2019, Putra membangun perusahaan waste management dengan bendera Kole Project. Nama Kole diambil dari bahasa Manggarai, artinya kembali, pulang. Alasannya, dalam pengelolaan sampah, dikenal system 3R yakni reduce, reuse, recycle. Kole dinilai sangat pas untuk mengembalikan sampah plastik ke system daur ulang.
“Jika membacanya dibalik, Kole menjadi elok, yang merepresentasikan jika kita membuat sampah pulang atau kembali, maka Labuan Bajo semakin elok,” kata Putra.
Awalnya Kole Project hanya mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang. Mulai dari kemasan plastik, botol plastik, hingga kardus. Pengumpulan dilakukan dengan cara membeli antara lain dari masyarakat dan pelapak. Selain itu Kole juga bekerja kerja sama dengan pihak hotel, restoran, kafe dan sport center.
“Kami juga membeli dari sampah dari perorangan, misalnya dari petugas kebersihan di TPA Labuan Bajo. Sampah dari dari TPA di Labuan Bajo cukup baik dan bersih, karena TPA ini menerapkan pemilahan khusus. Kole ambil sampah plastic dari TPA sekitar 3 ton per bulan,” kata Putra.
Mendapat dukungan dari produsen air minum dalam kemasan (AMDK) Danone, Kole Project mendirikan bangunan yang Putra sebut sebagai Rumah Daur Ulang Kole, di Kampung Mbrata, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Saat ini Kole Project mampu mengelola 15 ton sampah daur ulang per bulan dengan komposisi 9 ton kardus dan 6 ton sampah plastik. Sampah yang sudah dipres dikirim ke pabrik daur ulang di Jawa Timur melalui kapal laut. Khusus sampah plastik PET dikirim ke PT Veolia Services Indonesia, di Pasuruan, Jawa Timur, rata – rata kisaran 6 ton per bulan.
“Tantangan kami adalah biaya pengiriman dari Labuan Bajo ke Surabaya, nilainya sama dengan nilai pembelian material di sini,” kata Putra.
Untuk menggulirkan bisnisnya, Kole Project diperkuat empat orang karyawan tetap dan belasan orang pekerja lepas yang sebagian besar perempuan. Putra menuturkan, dalam bekerja perempuan lebih rapi, ulet, telaten, dan detail. “Pekerja kami kebanyakan ibu rumah tangga mulai usia 25- 30 tahun, tapi ada juga yang usianya antara 40-50-an tahun. Mereka mayoritas petani yang memanfaatkan waktu sebelum berkebun atau setelah panen untuk bekerja di Kole,” ujarnya.
Edukasi
Kole Project juga aktif melakukan edukasi pilah sampah, baik ke masyarakat maupun ke pelaku bisnis. Sekadar contoh, awalnya petugas kebersihan hotel -hotel di Labuan Bajo mencampur sampahnya. Belakangan mereka memisahkan sampah berdasarkan jenisnya setelah mendapat “intervensi” dari Kole. “Selanjutnya sampah kami angkut tanpa biaya apapun,” kata Putra sambil tertawa.
Contoh lain, sejak November 2022, bekerja sama dengan salah satu hotel, Kole Project menyelenggarakan kursus Bahasa Inggris bagi siswa SD Gorontalo, di Labuan Bajo. Siswa tidak dipungut biaya, tetapi harus membawa sampah yang terpilah dari rumah.“Sampah yang sudah terpilah itu kami kelola,” kata Putra.
Meski berdiri 2019, sejatinya Kole Project baru efektif berjalan setelah pandemi covid 19 mereda, pada Juni 2022. Sejauh ini Kole Project telah mengumpulkan 60 ton sampah nonorganic dari 80 titik layanan.
Tahun ini Kole Project mematok target ambisius yakni mengumpulkan 30 ton sampah per bulan atau naik 100 persen dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya.
“Untuk mencapai target itu kami akan bekerja sama dengan kota satelit seperti Kota Roteng, kota tua di Pulau Flores, yang lebih banyak penduduknya dan seluruh Pulau Flores,” kata Putra antusias.
Sekarang, di Labuan Bajo, Kole Project memang sangat ngetop. Tapi ia bukan satu-satunya pemain di bidang waste management. Sebut saja ada juga Bajo Bersih Sejahtera (BBS), yang bergerak di usaha yang sama.
“Saya senang ada teman sekaligus kompetitor, karena kita bisa sama-sama membersihkan Labuan Bajo,” ujarnya.
Wuih, pernyataan yang sejuk dari seorang Putra Hawan, yang menggambarkan betapa dalam cintanya pada tanah kelahirannya: Labuan Bajo. Kota mungil nan molek, yang dipilih oleh Presidsen Joko Widodo sebagai tuan rumah KTT ASEAN ke-42, 10 sampai 11 Mei lalu.
Penulis: Eni Saeni