- Karena pendaurnya belum banyak, sampah MLP (multilayer packaging) menumpuk di bank sampah dan TPS3R.
envira.id, Denasar – Sejumlah jurnalis melihat langsung bagaimana produsen mengimplementasikan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P75/2019 tetang Peta Jalan Pengurangan Sampah di tiga lokasi di Bali pada 10-11 Februari 2023.
Mereka berkunjung ke sejumlah perusahaan pengumpul sampah kemasaan yang menjadi mitra produsen. Hari pertama, para jurnalis bekunjung ke perusahaan pengumpulan kemasan plastik bekas jenis PP (Polypropilene) dan HPDE (High density polyethylene), Jaya Abadi Plastik, di kawasan kargo, Denpasar.
Kemasan plastik jenis PP antara lain gelas plastik, sedangkan HDPE antara lain bekas botol minuman dan botol oli. Ketika para jurnalis tiba, tampak beberapa karyawan sedang memilah sampah kemasan plastik. Hasil pilahan terlihat bersih tanpa label merek.
“Jika kondisinya bersih, maka PP/HDPE ini bisa diolah menjadi kemasan lagi. Tapi jika sudah tercemar, biasanya dijadkan perabotan rumah tangga atau peralatan kantor,” pendiri Jaya Abadi Plastik, Budiono, kepada envira.id.
Budiono bercerita dulu perusahaanya per bulan hanya mampu mengumpulkan 15 ton PP dan HDPE. Belakangan, pada 2022 kapasitas pengumpulan meningkat 100 persen setelah mendapat insentif dari Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO).
“Sekarang kapasitas pengumpulan kami sekitar 30 ton per bulan. PP da HDPE kami kirim ke pabrik pendaur di Surabaya,” kata Budi, sapaan akrab Budiono.
Budi berharap ada regulasi yang mengatur tentang kemasan produk, misalnya botol PET harus bening, tanpa warna. Karena sampah botol PET berwarna harganya murah sehingga tidak diminati pemulung dan mencemari lingkungan.
“Label yang ditempeldi botol juga jangan dilem terlalu kuat. Karena label merek yang sulit dilepas akan dipotong dan menjadi residu,” katanya.
Terkait tanggung jawab produsen atas limbah kemasannya, Director of Corporate Responsibility, L’Oreal Indonesia, Mohamad Fikri, menyatakan pihaknya mendukung upaya Pemerintah untuk mempercepat pengurangan dan pengumpulan sampah plastik khususnya jenis PP dan MLP dengan bergabung ke IPRO.
Selain itu, L’Oreal juga program L’Oreal for the future. “Salah satu program kami adalah membuat kemasan yang mengandung recycle content, seperti beberapa produk kami sudah ada yang menggunakan Recycle PET (RPET) ,” kata Fikri saat mendampingi para jurnalis di Jaya Abadi Plastik.
Pada hari kedua jurnalis berkunjung ke Bali PET Collection Center, di kawasan Tirta Lepang, Denpasar. Perusahaan yang beroperasi sejak 2006 ini setiap bulan mampu mengirimkan 150 hingga 200 ton cacahan PET ke pabrik daur ulang di Bandung, Namasindo Plastik dan sekitar 80 ton PET ke pabrik daur ulang di Pasuruan Jawa Timur, Veolia Indonesia
Selanjutnya, para jurnalis berdiskusi tentang MLP (Multilayer packaging) di Bali Waste Cycle (BWC). Menurut Direktur BWC, Olivia Anastasia Padang, dalam melakukan pengumpulan, pihaknya bekerja sama dengan pelapak, bank sampah dan TPS3R hingga pendaur.
Olivia menuturkan saat ini belum banyak pendaur yang mengolah MLP sehingga banyak sampah kemasan jenis tersebut yang tak terkelola.
“Pendaurnya memang belum banyak, dan harganya rendah sekali, sehingga banyak MLP menumpuk di bank sampah dan TPS3R,” katanya.
Padahal, kemasan MLP bisa diolah antara lain menjadi karpet talang, pot bunga dan gantungan baju.
Jurnalis IDN Times, Sunariyah, mengaku wawasan dan pemahamannya tentang sampah kemasan bertambah luas setelah kunjungan tersebut.
“Ternyata jika dipilah dari sumbernya sampah kemasan punya nilai ekonomi tinggi. Sepertinya edukasi pilah sampah harus lebih digencarkan lagi,” ujar Bendahara Aliansi Jurnalis Lingkungan Indonesia (AJLI) itu.
Penulis: Eni Saeni