Antara Menahan Lapar dan Membuang Sisa Makanan: Kegagalan Memahami Puasa

oleh Ahmadi
  • Hindari perbuatan mubazir. Pikir ulang jika ingin membeli makanan atau barang, jangan berlebihan. Belilah sesuai kebutuhan dalam takaran yang pas

envira.id, Jakarta—Umat Muslim selalu diajarkan untuk meninggalkan kemubaziran. Di saat sama, selama menjalankan puasa Ramadan, umat muslim juga dituntut untuk bisa menahan nafsu, termasuk urusan berbelanja dan makan. Kenyataannya jauh panggang dari api.  Akibatnya, volume sampah membludak.

Setidaknya, fenomena yang dilihat Zero Waste Indonesia soal produksi sampah yang meningkat selama Ramadan bisa dijadikan alasan untuk mengatakan itu. Pemakaian tas kresek melonjak karena digunakan sebagai wadah takjil dan menu bukaan puasa oleh pedagang. Bila dihitung dengan sampah setelah salat Idulfitri, maka jumlah peningkatannya bisa mencapai 20%. Nah, ini masalahnya. Jumlah sisa makanan yang terbuang bisa mencapai 500 ton .

Sebagai contoh saja, di Surabaya volume sampah yang masuk selama Ramadan ke TPA Benowo akan meningkat sebanyak 100—200 ton per hari. Bahkan, saat Idulfitri jumlah peningkatan volumenya mencapai hingga 500 ton per hari. Ini tentu menjadi beban TPA tersebut karena per harinya sudah cukup banyak menampung sampah yang mencapai 1500—1600 ton.

Yang menyedihkan, dengan jumlah muslim terbesar di dunia, Indonesia justru tercatat sebagai salah satu negara penghasil sampah sisa makanan terbesar di dunia. Pusat Makanan dan Nutrisi Barilla mencatat, Indonesia membuang sampah makanan dengan jumlah mencapai 300 kilogram per orang per tahun.

Fenomena sampah sisa makanan yang melonjak selama Ramadan memang bukan khas di Indonesia saja. Menurut catatan Research Gate pada tahun 2015 di Mesir, selama Ramadan, 60% makanan saat kumpul keluarga terbuang sia-sia. Sementara di Indonesia, menurut data  Bantargebang Integrated Waste Treatment Site, sampah makanan meningkat hingga 10% selama bulan Ramadan. Bahkan, pada hari pertama puasa, tempat pembuangan sampah Bantargebang mencatat tambahan 864 ton sampah. Kebanyakan sampah yang terbuang adalah makanan dan pembungkusnya.

Di Bandung, berdasarkan data dari tahun-tahun sebelumnya, pada bulan Ramadhan biasanya terjadi peningkatan sampah sebanyak 10—20%. Peningkatan jumlah sampah tersebut terutama berasal dari sampah sisa makanan dan kemasan plastik sekali pakai yang digunakan saat membeli makanan untuk berbuka.

Maka, tidak heran jika banyak yang mengkhawatirkan kondisi sampah selama Ramadan mengingat beban beberapa TPA yang mengkhawatirkan. Ada yang data yang menyebut, di tahun 2022, Indonesia menghasilkan tak kurang dari 16,3 juta ton sampah sisa makanan.

Bahkan, menurut kajian Bappenas, sampah makanan yang diproduksi Indonesia setiap tahunnya bisa mencapai 23—48 juta ton. Kondisi ini, menurut The Economist Intelligence Unit, menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia.

Dilihat dari komposisinya, sampah sisa sayuran menempati urutan tertinggi dengan 31%. Kemudian disusul beras 20%, daging 11%, produk susu 10%, dan ikan 10%. Tingginya sisa makanan ini berkebalikan dengan kondisi masyarakat Indonesia di mana tingkat kelaparan Indonesia berada di peringkat ketiga se-Asia Tenggara, versi Global Hunger Index 2021.

Melihat rekaman data sampah sisa makanan yang menggunung dan fenomena di dunia soal sampah sisa makanan yang selalu meningkat tiap Ramadan, seorang imam di Australia, Dr Bekim Hasani menyindir sekaligus khawatir jika bulan puasa atau  fasting bergeser menjadi feasting atau bulan berpesta. Puasa yang semestinya menjadi ajang memburu amal, bisa tergelincir menjadi tindakan mubazir yang dibenci Allah.

Umat Islam selama ini terlalu fokus pada apa yang dimakan saat berbuka, siapa yang diundang, dan menentukan restoran apa yang cocok, alih-alih ingin menjadikan buka puasa bersama sebagai ladang amal ibadah. Menurut Bekim, meski tidak ada larangan bagi muslim mengkonsumsi makanan enak dan bergaya, tetapi sesuatu yang berlebihkan jelas-jelas dilarang.

Maka, untuk meredam sampah sisa makanan, termasuk saat Ramadan, saat ini sedang digelorakan gerakan rethink, yaitu berpikir kembali sebelum memutuskan membeli makanan, ataupun barang lainnya. Sebelum ke kasir, tanyakan kepada diri sendiri apakah barang atau makanan ini benar-benar dibutuhkan atau tidak. Kalau iya, apakah jumlahnya sudah sesuai?

Lalu, ketika mengkonsumsi jangan sampai menyisakan makanan, dan simpan bahan makanan dengan baik agar dapat dikonsumsi lebih lama. []

Penulis: Ahmadi Supriyanto

 

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?