- Sekitar 10—20 persen sampah yang berasal dari Indonesia akan berakhir di perairan internasional dan bahkan bisa hanyut sampai ke Afrika Selatan.
envira.id, Jakarta—Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan,
sampah yang berakhir di perairan Indonesia tidak hanya berdampak kepada lingkungan sekitar, tapi juga dapat berakhir di benua lain.
“Masih terjadi kebocoran sampah yang berakhir di laut Indonesia, yang 70 persen berasal dari aktivitas manusia di daratan,” kata Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova, dalam diskusi bertajuk “Kebocoran Sampah Plastik di Laut”, di Jakarta, Rabu (11/9).
Kebocoran sampah yang besar itu menurutnya terjadi karena pengelolaan sampah di Indonesia masih belum optimal. Berdasarkan data BRIN, jenis sampah plastik yang paling banyak ditemukan di perairan Indonesia adalah plastik sekali pakai seperti plastik saset, kantong plastik, botol minuman, dan sedotan.
Padahal, sambung dia, sampah-sampah tersebut, membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, mencemari laut, dan merusak habitat biota laut. Tak hanya itu, sampah yang berasal dari kegiatan di Indonesia sekitar 10—20 persen akan berakhir di perairan internasional dan bahkan bisa hanyut sampai ke Afrika Selatan dalam periode sekitar satu tahun.
Diingatkan, wilayah yang paling terdampak bocornya sampah ke perairan adalah lingkungan sekitar, termasuk bahaya mikroplastik yang dapat terlepas ke lingkungan dari sampah-sampah itu.
Berdasarkan penelitian, sambungannya, menunjukkan, mikroplastik telah terdeteksi pada semua sampel air dan sedimen dan ditemukan pada berbagai spesies ikan dan kerang yang dikonsumsi masyarakat.
Sebagai langkah penanganan, tegas dia, pihaknya tengah meninjau potensi pengelolaan dari proses bioremediasi, berupa penggunaan organisme seperti mikroba untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan.
Penulis: Ahmadi Supriyanto